Pak Hadiri : Ango'an apote tolang etembang apote matah
Area tatalaksana dalam konteks pembangunan zona integritas, merupakan area yang sangat penting dalam merumuskan proses bisnis dalam sebuah institusi. Di area ini, anggota tim berdiskusi dengan intensif, menggali ide-ide yang mendorong integritas. Mereka berbagi cerita tentang tantangan yang telah dan akan mereka dihadapi, dan bagaimana melalui kolaborasi, mereka berhasil mengatasi rintangan. Setiap suara dihargai, setiap pandangan dipertimbangkan, menciptakan sebuah simfoni keselarasan.
Di Kantor Kemenag Kota Malang, area ini dikomandani oleh bapak Ahmad Hadiri, S.Ag, M.Ag. Dia adalah Kepala Seksi Bimas Islam di kantornya. Berasal dari Sumenep Madura, Pak Hadiri adalah sosok yang memadukan antara keteguhan dalam memegang tradisi dan pada saat bersamaan berpikir progresif dalam melihat masa depan. Di Madura dikenal pepatah "Ango'an apote tolang etembang apote matah”. Penjelasan pepatah ini adalah "Ango'an apote tolang (lebih baik putih tulang) etembang (daripada) apote matah (putih mata)", artinya lebih baik mati daripada menanggung malu. Ini adalah prinsip yang yang sangat selaras dengan idealisme dalam proses pembangunan zona integritas di Kantor Kemenag Kota Malang.
Pak Hadiri sering berkisah tentang kenangan masa lalunya di Sumenep yang kemudian menjadi inspirasinya dalam menjalankan tugas di Kemenag Kota Malang. Di tengah hamparan sawah yang menguning di bawah sinar matahari, di situlah hidup warga Sumenep, Madura. Mereka adalah sosok-sosok sederhana, dengan wajah-wajah yang mengukir cerita tentang kerja keras dan keteguhan. Di setiap kerut di dahi mereka, terlukis pengalaman hidup yang penuh suka dan duka. Ramah tamah mereka layaknya angin sepoi-sepoi yang menyentuh, membawa kehangatan kepada siapa saja yang berkunjung. Di setiap sapaan, terdapat kejujuran yang tulus, sebuah jendela ke dalam hati yang terbuka lebar untuk menjalin ikatan dengan sesama.
Tradisi mengalir dalam nadi mereka, seperti sungai yang tak pernah kering. Setiap upacara, setiap ritual, mengingatkan akan sejarah panjang yang mereka warisi. Dalam kebersamaan, mereka menemukan kekuatan, saling menguatkan di tengah tantangan kehidupan. Keberagaman warna kain tenun yang dikenakan oleh para wanita mencerminkan kekayaan budaya yang mereka pelihara dengan penuh rasa bangga.
Di antara ladang dan laut, ada jiwa yang tak kenal lelah. Kemandirian mereka menjelma dalam setiap langkah, memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana. Di balik ketangguhan itu, ada sebuah harapan yang selalu menyala di dalam hati—harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi anak cucu mereka.
Agama menjadi pelita yang menerangi jalan, memberikan pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi. Dalam setiap doa, ada harapan yang dipanjatkan, sebuah pengakuan akan kekuatan yang lebih besar daripada diri mereka sendiri. Begitulah, dalam setiap jengkal tanah Sumenep, terdapat jiwa yang berjuang, mencintai, dan menghormati. Mereka adalah gambaran dari keindahan kehidupan yang sederhana, di mana setiap hari adalah lembaran baru yang ditulis dengan tinta pengalaman dan cinta, kenang pak Hadiri.
Semua kenangan indah dari masa lalu di daerah asalnya inilah yang mengilhami pak Hadiri dalam memimpin tim Area Tata Talaksana ZI WBK Kemenag Kota Malang. Tim ini terdiri dari orang-orang tangguh di bidangnya. Mereka adalah : Umi Farida, SE, Yunita Deby Indrawaty, S.Sos, Drs. Farid Wadjdi Sjatifullah, Ana Mufidah, S.Ag. M.Ag, Elis Mufida, S.Pd, Erna Sya'iyah, Rudianto, Zulkarnaen Ali, Rina Kustini, dan Ari Yulianto.
Standar Operasiona Prosedur (SOP)
Tim Area Tata Laksana, merekalah yang menelaah Standar Opersional Prosedur (SOP) yang berjalan di kantor Kemenag Kota Malang. Di tengah hiruk-pikuk kantor yang sedang berjuang melayani masyarakat, keberadaan SOP akan berperan sebagai pemandu, menjawab setiap keraguan yang melintas. Seolah-olah, dokumen itu menyentuh hati mereka, berbisik, “Ikutilah aku, dan kamu akan menemukan jalannya.” SOP ini bukan sekadar aturan kaku; ia adalah peta bagi para pegawai dalam melayani masyarakat. Dalam setiap kalimatnya tersimpan formula yang menjaga kestabilan operasional. Tanpa SOP, langkah-langkah mereka bagai berlayar tanpa kompas di lautan yang ganas, berpotensi terjebak dalam badai ketidakpastian.
SOP ini penting untuk menjaga konsistensi, mengurangi kesalahan, dan menciptakan efisiensi. Setiap prosedur di dalamnya adalah jembatan yang menghubungkan berbagai seksi, memastikan komunikasi yang lancar, seperti aliran sungai yang menyuburkan setiap aspek dari institusi. Dengan ketekunan, mereka mulai membangun SOP yang tak hanya formal, tetapi juga menggugah semangat tim. Dalam setiap revisi, mereka menemukan kekuatan kolektif, menghidupkan rasa memiliki yang memperkuat tim. SOP menjadi simbol harapan, sebuah janji untuk bertindak dengan integritas dan dedikasi.
Ketika akhirnya SOP itu diimplementasikan, suasana di kantor berubah. Dari ketidakteraturan yang membelenggu, tim menjadi terorganisir, lebih percaya diri dalam mengambil keputusan. Dengan standar yang jelas, mereka mampu mengejar tujuan dengan langkah mantap, tanpa ada lagi perasaan terombang-ambing oleh ketidakpastian.
SOP bukanlah sekadar dokumen; ia adalah kisah tentang disiplin, kerjasama, dan komitmen. Dalam setiap lembar, tersimpan potensi untuk menciptakan harmoni, merangkul masa depan dengan keyakinan. Dan di tengah perjalanan itu, mereka menyadari bahwa dalam dunia yang terus berubah, SOP adalah pelita yang selalu bersinar, menerangi setiap jalan yang dilalui.
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE)
Dalam era yang serba cepat ini, teknologi elektronik bukan hanya sekedar alat, tetapi juga jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan pemerintah. Di sinilah arti penting Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). SPBE menjadi kunci untuk membuka pintu transparansi dan akuntabilitas. Dengan sekali klik, semua data yang diperlukan, dari laporan keuangan hingga pengaduan warga, dapat diakses oleh siapa saja. Informasi yang sebelumnya tersembunyi kini terpapar, membongkar tirai ketidakjelasan yang selama ini mengaburkan kinerja pemerintah.
Kisah-kisah lama, saat proses birokrasi terasa lambat dan menyiksa, warga harus antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan tanda tangan, akan dikikis dengan adanya SPBE. Dengan sistem berbasis elektronik, semua itu berubah. Warga bisa mengajukan permohonan, melacak status, dan memberikan umpan balik dalam hitungan menit. Atas dasar itulah di Kemenag Kota Malang diluncurkan aplikasi SENYUM ( Sistem Layanan Unggulan Masyarakat).
Aplikasi SENYUM ini membawa dampak positif dalam proses layanan kepada masyarakat. Data yang terintegrasi memungkinkan analisis yang lebih mendalam, mempercepat respons terhadap kebutuhan masyarakat. Kebijakan yang dihasilkan menjadi lebih relevan, lebih sesuai dengan realitas yang dihadapi warga. Dari keputusan tentang pembangunan infrastruktur hingga program sosial, semua menjadi lebih terukur dan efektif.
Namun, di balik semua kemajuan itu, tantangan tetap ada. Keamanan data menjadi isu krusial; ancaman siber siap mengintai di setiap sudut. Pak Hadiri dan timnya bekerja tanpa henti, memastikan bahwa informasi yang berharga ini terlindungi dari tangan-tangan jahat. Mereka tahu, keberhasilan sistem ini bergantung pada kepercayaan masyarakat. Dan kepercayaan itu, layaknya benih yang ditanam, harus dirawat agar tumbuh subur.
Ketika malam tiba, kota berkilau dengan cahaya lampu. Pak Hadiri menatap layar komputer yang memancarkan harapan baru. Dalam pikirannya, dia tahu, sistem pemerintahan berbasis elektronik bukan sekadar inovasi; ia adalah janji untuk masa depan yang lebih baik. Sebuah narasi yang mengalir dan merangkul setiap individu dalam perjalanan kolektif menuju transparansi dan efisiensi.
Di dunia yang terus bergerak maju, mereka telah menemukan jalan untuk tidak hanya bertahan, tetapi berkembang. Dan di dalamnya, mereka menulis kisah baru tentang pemerintahan yang lebih dekat, lebih responsif, dan lebih manusiawi.(fts