TANYA: Assalamu’alaikum Gus. Mohon maaf mengganggu wekdal njenengan. Gus nderek tangklet, dulu kula natih mireng bahwa untuk orang yang menikah boleh dijamak. Niku pripun nggeh? Pendapatnya sinten? Matur suwun mugi ke jawab Akmalia +62 822-3455-xxxx
JAWAB: Wa’alaikumussalam, sebelum masuk pada inti pertanyaan, untuk diketahui bahwa sebagaimana dijelaskan dalam kitab Raudhah at-Thoolibiin III/64, terdapat dua pendapat ulama tentang hukum mengadakan Walimah ‘Urs (resepsi pernikahan). Pertama, menyatakan bahwa berdasar hadits Nabi “Adakanlah Walimah meskipun dengan seekor kambing” walimah atau resepsi pernikahan hukumnya wajib.
Pendapat kedua, yang menjadi pendapat mayoritas ulama dan paling sahih, walimah nikah hukumnya Sunnah sebagaimana hukum berkurban atau walimah walimah lainnya. Ulama yang berpendapat bahwa walimah nikah hukumnya Sunnah menyikapi perintah Nabi itu sebagai anjuran Nabi yang ber sifat Sunnah bukan perintah wajib. Sebagaimana penjelasan Imam Qaffal. disyariatkan akibat adanya udzur atau alasan hukum yang menyebabkan seseorang bisa mendapatkan keringanan. Oleh Gus H. Achmad Shampton, M.Ag Kepala Kemenag Kota Malang Dalam Islam dikenal istilah Azimah dan Rukhsoh. Azimah adalah hukum yang disyariatkan untuk menjadi aturan umum bagi setiap umat Islam. Sementara Rukhsoh adalah hukum yang Dari sudut pandang Azimah, seseorang harus menjalankan salat tepat pada waktunya sebagai mana yang diajarkan oleh Rasulullah. Hanya saja dalam kese harian, seseorang dipaksa oleh keadaan yang menyebabkan ia tidak dapat menjalankan shalat sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Seperti saat harus ada dalam perjalanan yang tidak memungkinkan salat tepat waktu. Oleh karena itu dalam kondisi seperti ini, fiqih mengajarkan mekanisme jamak salat. Yaitu melaksanakan dua macam salat yang berbeda dalam satu wak tu, karena adanya satu alasan tertentu. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah walimah nikah termasuk udzur yang memperkenankan seseorang mendapatkan rukhsoh ataukah tidak? Rukhsoh dalam bentuk Qasr salat atau meringkas salat dari empat rakaat menjadi dua rakaat, ulama fikih berbeda pendapat. Secara umum ulama tidak memperkenankan Qasr atas alasan hajat selain perjalanan masafah qasr atau sekitar 82 km. Pendapat yang menyatakan boleh adalah pendapat fasid yang tidak bisa diikuti. Bagaimana dengan rukhsoh dalam bentuk jamak shalat? Ulama fikih juga berbeda pen dapat tentang hal ini. Sebagian ulama fiqih hanya membolehkan jamak salat ketika seseorang dalam keadaan bepergian jauh (musafir). Namun sebagian ula ma yang lain seperti Ibnu Sirrin, al-Qaffal dan Abu Ishaq al-Marwazy membolehkan men jamak salat walaupun ada di rumah dikarenakan keadaan yang amat sangat sibuknya dan jamak ini tidak menjadi kebiasaan. Misalnya jamak salat bagi pengantin baru yang sedang menjalani walimatul arusy dan selalu menerima tamu. Pendapat Ibnu Sirrin, al-Qaffal dan Abu Ishaq ini merupakan pendapat lemah, namun masih bisa diikuti. Islam memang luwes hanya saja kita tidak diperkenankan gegampang atau meremehkan. Bila memungkinkan salat pada waktunya lebih baik dilakukan pada waktunya. Namun bila keadaan menuntut menjalankan salat dengan jamak, asal tidak menjadi kebiasaan, ia bisa melakukannya dengan jamak taqdim (diwaktu pertama) sebagai mana dijelaskan dalam kitab Tarsyih al-Mustafidin 134 135 dan al-Akhyar 1/145. Semoga dapat dipahami. Wallahu a’lam. (*)
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 22 November 2024