Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim yang membentuk panitia khusus (Pansus) tentang Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pengembangan Pondok Pesantren di Jatim, jumat 9 April 2021 mengadangan uji materi raperda tersebut bersama Majelis Ulama Indonesia Wilayah Jawa Timur yang dikemas dalam Rapat Kordinasi Singkronisasi Data Pesantren di Hall Islamic Center Surabaya Pembukaan Acara yang dipimpin oleh H Ramadhan Sukardi Ketua Komisi Hubungan Ulama dan Umara MUI Jatim ini juga menghadirkan seluruh Kepala Seksi PD Pontren berserta Kasubag Bina Mental Spiritual Pemerintah Kota/Kab se Jawa Timur. Dalam kesempatan tersebut H. Ramadhan juga menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan ini.
Raperda Pengembangan Pesantren ini merupakan rumusan hak inisiatif DPRD. Ssebenarnya ketika berbicara tentang pengembangan pesantren sudah ada Undang-undang Nomor 18 2019 yang mengatur tentang pendidikan keagamaan dan kepesantrenan. Tetapi, yang ada di Undang-undang tersebut tentu harus di breakdown secara teknis di tingkat provinsi. "Hal itu agar supaya lebih mengikat kembali hal-hal yang tidak diatur di dalam Undang-undang bisa lebih spesifik dalam Raperda yang kita bahas ini," Demikian penjelasan H. Achmad Firdaus Febrianto, SH, MH dari Fraksi Gerindra yang hadir dalam kegiatan ini.
Perda pengembangan pesantren ini dirasa penting, karena dari data Kementerian Agama jumlah pesantren cukup besar. Ada sekitar 4.720 pesantren di Jatim. bahkan beberapa yang hadir memaparkan jumlah pesantren di Jatim ada pada kisaran 12 rb an. Data Kementerian Agama merupakan data pesantren yang terdaftar saja. "Maka, tentu dengan jumlah pesantren yang cukup banyak itu perlu ada langkah-langkah rekognisi dan afirmasi" Jelas wakil ketua MUI Jatim Prof. Dr. H. Abd Halim Shoebahar
"Rekognisi dalam arti pesantren itu tetap harus diakui keberadaannya, eksistensinya secara mandiri. Bahwa disitu ada Kiai, ada santri yang memiliki ciri khas yang secara independen tidak bisa kemudian diatur utuh oleh negara. Harus mengikuti sistem aturan ketatanegaraan," terangnya.
"Maka, pengakuan ini secara rekognisi perlu diatur dalam Perda Pesantren. Termasuk lulusan pesantrennya. Ini perlu diatur juga," tambahnya. Perda Pesantren ini juga merupakan upaya memberi payung hukum terhadap kebijakan bantuan-bantuan yang selama ini telah digulirkan untuk pesantren.
Uji materi yang dipimpin oleh Dr. KH. Masykuri dari Ma'had Aly Salafiyah Syafiiyah Situbondo ini mengkritisi beberapa materi raperda termasuk beberapa pasal larangan atau sanksi bagi pesantren. UU Pesantren saja tidak memuat larangan atau sanksi. Masykuri berharap kegembiraan terbitnya perda pesantren sebagai bagian rekognisi pesantren ini jangan sampai malah dikemudian hari mempersulit pesantren itu sendiri.
Isnan Alamy S.Ag Kasubag Bina Mental Spiritual Bagian Kesra Pemerintah Kota Malang yang ikut hadir dalam giat ini menyambut baik penggunaan hak inisiatif DPRD untuk raperda pesantren ini. Namun Pemerintah Kota Malang mempunyai cara tersendiri dalam upaya memberikan rekognisi dan afirmasi terhadap lembaga pendidikan keagamaan. Yaitu dengan memasukkan program-program pengembangan lembaga pendidikan keagamaan dalam tugas pokok dan fungsi Bagian Kesra, sehingga meski tidak ada perda lembaga keagamaan di Kota Malang, Pemerintah Kota Malang sudah dipastikan selalu punya program layanan pengembangan pesantren atau lembaga pendidikan keagamaan setiap tahunnya.