TANYA: Assalamu’alaikum Pak Ustadz. Izin bertanya. Jika suami sudah bilang to the point tidak mau ketemu dengan istri lagi dan tidak mau untuk melanjutkan pernikahan, tapi dia tidak mengucapkan kata talak (nikah siri). Apakah itu di anggap sudah jatuh talak Pak Ustadz? Kalau sudah saya kemana mana tidak harus memberitau si suami lagi. Tapi kalau belum di katakan jatuh talaq saya berkewajiban untuk izin jika harus keluar kota kan ya pak ya? Suami saya warga negara Arab dan menikah secara sirri. Bagaimana cara saya melepaskan ikatan pernikahan kalau suami tidak mau lagi bertemu? Mohon pencerahannya. Hamidah. +62 813-2666-xxxx
JAWAB: Menjawab pertanyaan ibu, perlu diketahui bahwa redaksi talak terbagi menjadi ungkapan jelas (sharih) dan ungkapan sindiran (kinayah). Ungkapan sharih secara inheren bermakna talak, dan talak jatuh saat lafaz diucapkan, terlepas dari niat subjektif. Contohnya, “Saya talak kamu.” Sebaliknya, kinayah memiliki potensi multi-makna, sehingga validitas talak bergantung pada adanya niat talak saat diucapkan. Contohnya, “Sekarang kamu bebas.” Berdasar narasi pertanyaan, apa yang diucapkan suami lebih cenderung talak kinayah. Mazhab Hanafi (Abu Hanifah) berpendapat bahwa kinayah yang cukup jelas tidak memerlukan niat. Imam Malik juga mendukung penekanan pada kejelasan kontekstual lafaz. Sementara Imam Ahmad menekankan konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah untuk menentukan status niat. Dalam mazhab Syafiiyah, kinayah menuntut konfirmasi kepada suami apa niatnya dari ucapannya. Tanpa adanya niat yang eksplisit untuk menceraikan istri saat mengucapkan kinayah, maka talak tersebut tidak dianggap sah secara hukum. Contoh-contoh kinayah yang seringkali disebutkan meliputi ungkapan seperti, “Sekarang kamu bebas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!” Di sini, kebebasan atau anjuran untuk kembali ke keluarga dapat diinterpretasikan sebagai indikasi berakhirnya hubungan pernikahan, namun juga dapat memiliki makna kontekstual lain yang tidak mengarah pada perceraian.
Perbedaan interpretasi di antara para ulama menunjukkan upaya hukum Islam untuk menyeimbangkan kepastian hukum dengan aspek subjektif dan kontekstual dalam kasus perceraian. Pemahaman yang komprehensif terhadap berbagai kategori ungkapan talak dan peran niat di dalamnya menjadi krusial dalam praktik hukum Islam. Untuk mendapatkan kejelasan hukum berkait dengan kasus anda, sebaiknya anda datang ke Pengadilan Agama untuk mengajukan itsbat nikah untuk kemudian mengajukan kepastian perceraian. Berdasar konsultasi saya dengan Pengadilan Agama Kota Malang, berikut penjelasan pengadilan agama: Isbat nikah dengan Warga Negara Asing adalah proses pengesahan pernikahan yang tidak tercatat secara resmi oleh pihak berwenang, seperti KUA, yang dilakukan melalui Pengadilan Agama. Prosedur ini diperlukan jika pernikahan antara WNI dan WNA tidak tercatat di catatan sipil atau karena beberapa alasan lain: seperti pernikahan siri atau di luar negeri diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayahnya mencakup tempat tinggal salah satu pihak Persyaratan Dokumen: KTP/Paspor/KITAS (bagi yang bersangkutan). Surat Keterangan Belum Pernah Tercatat Pernikahan dari KUA. Surat rekomendasi/persetujuan menikah dari Kedutaan (bagi WNA). Akta Kelahiran. Bukti Pernikahan (jika ada). Foto-foto pernikahan (jika ada). 2 orang saksi yang mengetahui pernikahan. Demikian moga dapat dipahami. Wassalamualaikum Referensi: al-Nawawi, Yahya bin Syaraf. Majmu‘ Syarh al-Muhadzab. Darul Fikr, Beirut, Jilid 17. Ibn Qasim, Syekh Muhammad. Fathul Qarib. Semarang: Pustaka al-‘Alawiyyah, tanpa tahun. ad Dimyathi, Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha. I‘anah al-Thâlibîn. Jilid 4. (*)
Oleh: Gus Achmad Shampton Masduqie Kepala Kemenag Kota Malang
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada Jum'at 2 Mei 2025