Memagari Pernikahan Dari Gratifikasi dengan Pagar Nikah

Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa shadaqah akan berpahala melebihi lainnya bila;
1. diberikan kepada orang yang paling bertaqwa agar dia bersekutu dengan ketaatannya karena shadaqahnya digunakan untuk ketaqwaan.
2. diberikan kepada ahli ilmu, karena shadaqhnya digunakan untuk keperluan ilmu sehingga ia bersekutu dalam pahala kegiatan yang berkait dengan ilmu.
3. diberikan kepada orang yang bertaqwa, senang beramal karena Allah dan mudah bersyukur.
4. diberikan kepada orang yang suka menyembunyikan kebutuhan atau kefakirannya. Karena saat ia menyembunyikan kebutuhannya dia sedang menerima pahala ibadah.
5. diberikan kepada orang yang kesulitan ekonomi karena sakit atau faktor-faktor tertentu.
6. diberikan kepada kerabat atau orang terdekat agar mendapat pahala shadaqah dan silaturahim.

Menurut Serat Wadu Aji, serat atau kitab yang menjelaskan semua terminologi yang digunakan dalam administrasi kraton termasuk aturan dan fungsi pegawainya, kata “pangulu” dalam bahasa Jawa berarti sesirah (kepala) atau pangjeng (atau pemimpin). Serat itu menjelaskan bahwa penghulu adalah pemimpin tertinggi dari jabatan keagamaan kerajaan.

Menurut serat ini, penghulu bertugas menangani masalah ibadah dan kasus-kasus peradilan Islam termasuk memutuskan hukuman mati, mendoakan raja dan keluarganya, mendoakan tentara, dan semua masyarakat agar mendapat berkah. Di samping hal-hal umum yang sudah disebutkan diatas, kitab ini menyebutkan bahwa penghulu disyaratkan menguasai buku-buku agama dan ilmu astronomi. Tercatat ulama-ulama besar sempat mengisi posisi penghulu ini, seperti Kyai Thohir Kajen Pati, Kyai Bisri Mustofa Penyusun Kitab Tafsir al-Ibriz, Kyai Ahmad Siddiq mantan Rais Syuriah PBNU dan Kyai Ali Manshur penyusun Shalawat Badar yang terkenal itu. Pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, penghulu senantiasa mendapat penghargaan dari masyarakat umum, sesuai dengan kedudukan dan jabatan yang diberikan. Besarnya wewenang penghulu tidak jarang menimbulkan pengaruh sangat kuat di dalam masyarakat daerahnya, di samping mempunyai penggaruh pula terhadap raja yang didampinginya.Kuatnya pengaruh penghulu sebagai sosok yang sangat dihormati karena keilmuannya dan ketokohannya ini membuat setiap kali masyarakat mempunyai sedikit rezeki untuk dibagi, ia ingin memberikan kepada para penghulu sebagaimana pesan Imam Ghazali, agar ia bersekutu pahala pada kesalehan para penghulu.

Seiring dengan perubahan zaman, dimana penghulu tidak lagi dijabat oleh para ulama atau orang yang menguasai ilmu agama dan astronomi secara matang, tetapi dijabat oleh orang-orang yang lulus ujian kepenghuluan. Secara administrasi terjadi perbaikan sistem dan pencatatan, namun terjadi dekadensi terhadap mutu penghulu. Tidak sedikit para penghulu yang hanya bertumpu pada Kompilasi Hukum Islam atau kebiasaan pendahulu saja. Regulasi juga melarang masyarakat memberi hadiah kepada penghulu dengan alasan apa saja karena termasuk gratifikasi.Gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi baru yang diatur dalam Pasal 12B dan 12C UU Tipikor sejak tahun 2001. Aturan ini tentu tidak mudah diaplikasikan di kalangan masyarakat. Budaya memberi kepada penghulu yang sejak lama dianggap sebagai tokoh agama dan didukung oleh ajaran agama membuat budaya memberi penghulu sangat mengakar dan sulit dihapuskan.

Meski sulit, bukan berarti tidak bisa diusahakan. Imam Abdullah Ibn Alwy al-Haddad dalam kitabnya al-Hikam Haddadiyah menyatakan bahwa al-aadah idza rosakhat nasakhat, kebiasaan bila dilakukan terus menerus hingga terbiasa akan menghapus kebiasaan yang lama. Prinsip inilah yang kemudian menginspirasi Kementerian Agama Kota Malang untuk mensosialisasikan program pagar nikah, pengendalian gratifikasi nikah. Dengan terus menerus secara gencar disosialisasikan, masyarakat akan memahami bahwa meski secara agama dianjurkan bersedekah pada orang alim dan orang yang bertaqwa. Namun meskipun penghulu adalah orang-orang pandai dan alim, tapi sebagai seorang Aparatur Sipil Negara mereka telah digaji oleh pemerintah untuk mengabdi pada ummat. Karenanya mereka dilarang menerima gratifikasi terlebih Rasulullah telah nyatakan hadaya ilal ummal ghululun. hadiah pada pegawai pemerintah adalah tindak korup.

Tentu dikalangan penghulu ini, budaya baru anti gratifikasi menjadi sesuatu yang tidak mudah, dari ada sesuatu yang nampak sebagai rezeki menjadi tidak ada apa-apa. Terlebih jasa ganti transport mereka seringkali tertunda. Tetapi dengan keyakinan bahwa arraziq huwaLLah, upaya mengendalikan gratifikasi bukan menjadi kendala. Bila tidak ada dari gratifikasi, berarti akan ada rezeki lain yang lebih halal dari jalur yang lain dan dari sekenario Allah yang lain.

SALAM INTEGRITAS!!! Mari kita budayakan menolak gratifikasi sekecil apapun agar yang besar kita lebih ringan menolaknya karena terbiasa.

Achmad Shampton

Penulis yang bernama Achmad Shampton ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama .