Catatan Perjalanan Haji Achmad Shampton Masduqi
Saya menghatamkan shahih Bukhari dan Muslim selama 40 hari kepada Kyai Abdullah Thayyib Papar Kediri beberapa puluh tahun lalu. Shahih Bukhari memang spesial, ia dianggap kitab kumpulan hadits terbaik diantara kitab hadits yang lain. Ia menjadi kitab rujukan kedua setelah al-Quran.
Al-Bukhari memang dalam Sahihnya tidak meriwayatkan secara langsung dari Nabi Muhammad SAW karena ia bukan sahabat. Tetapi Imam Bukhari hanya meriwayatkan berdasarkan otoritas para syekh yang dapat dipercaya, yang berada pada tingkat hafalan, keakuratan, dan kepercayaan tertinggi.
Untuk mendapatkan keotentikan hadits yang ia dapat, Syekh Imam Al-Bukhari menemuisejumlah besar syekh dan ulama, hingga mereka mencapai lebih dari seribu orang, selama banyak perjalanannya dan perjalanannya yang luas di daerah tersebut. Al-Bukhari berkata: “Saya menulis tentang satu topik saja berkaitan dengan periwayat hadits hingga seribu delapan puluh orang.”
Imam Bukhari merasa perlu meneliti para periwayat hadits yang ia dapatkan karena pendekatan Al-Bukhari dalam menulis hadis sangat ketat, meneliti kepribadian perawi hingga rantai transmisi hadits hingga Rasulullah. Inilah yang membuat Imam Bukhari menjadi seorang ulama di bidang hadits yang dalam hal klasifikasi dan keakuratan sangat baik.
Al-Jami' al-Sahih adalah buku pertama yang diklasifikasikan berdasarkan hadits otentik dan abstrak. Ia menjadi bukti besar tekad Imam Bukhari untuk meneliti hadits. Dengan kecerdasan dan ketulusan, Imam Bukhari menghabiskan waktu enam belas tahun dalam perjalanan yang sulit antar negara termasuk ke Madinah.
Imam Bukhari berangkat ke Mekkah pada usia 16 tahun. Ia ditemani ibu dan saudara laki-lakinya untuk menunaikan tugas Haji. Setelah itu i meninggalkan Ibu dan saudaranya untuk menambah ilmu. Dia tinggal di sana selama enam tahun dan mulai mengumpulkan hadits. Setelah itu, dia melakukan perjalanan antar negara untuk tujuan ini, dari Bagdad ke Kufah, Damaskus, Mesir, Khorasan dan lain-lain.
Seratus meter dari Masjid Nabawi bagian timur ke arah utara, kita akan menemukan sebuah masjid yang disebut dengan masjid Imam Bukhari.. Website Welcame Saudi.com menyebut bahwa masjid ini dulunya adalah rumah Imam Bukhari saat menulis Shahih Bukhari. Ia bertemu dengan tiabi'tabiin dan para ulama Madinah untuk mengklarifikasi setiap hadits yang ia dapatkan.
Salah seorang mukimin bercerita bahwa dalam proses penulisan hadits ini, Imam Bukhari memendam rindu yang memuncak pada Rasulullah hingga menangis dan bersujud untuk melampiaskan kerinduannya. Karenanya sebagian ada yang menyebut masjid ini sebagai masjid sajadah.
Selama di Madinah ini, diriwayatkan bahwa Imam Bukhari tidak menulis satu haditspun kecuali dalam keadaan suci dan telah melakukan shalat istikharah. Shalat dan proses telaah hadits ini ia lakukan di Raudlah, tempat diantara mimbar dan rumah Rasulullah yang disebut sebagai taman surga.
Imam Bukhari mengawali menulis hadits dan menyusun bab-babnya di Masjidil Haram, kemudian saat melakukan menelitian hadits yang ia dapatkan ke berbagai negara dan tempat.
Masjid Imam Bukhari ini patut dikunjungi untuk melihat berbagai situs sejarah disekitar masjid nabawi untuk menanmbah keyakinan dalam berislam. Bagian dalam masjid al-Bukhari disetting seperti masjid saja, saya tidak menemukan bagian-bagian yang menjadi saksi sejarah ketekunan Imam Bukhari dalam menulis setiap kalam Rasulullah. Imam Bukhari meneguhkan bahwa ilmu pengetahuan adalah gaya hidup seorang Muslim. Tapak sejarah penulisan hadits yang tersisa. Wallahu a-lam