Surabaya, 18 Juli 2025 — Upaya membangun perdamaian berbasis keagamaan di tengah masyarakat yang majemuk mendapat perhatian serius dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Melalui program bertajuk SPARK (Sekolah Penyuluh dan Penghulu Aktor Resolusi Konflik), sebanyak 50 peserta dari kabupaten dan kota se-Jawa Timur mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) selama empat hari penuh di Surabaya.
Program SPARK ini bertujuan membekali para penyuluh agama dan penghulu dengan keterampilan dan wawasan dalam menangani konflik sosial dan keagamaan secara sistematis, terencana, dan berbasis nilai-nilai perdamaian. Para narasumber yang dihadirkan berasal dari lembaga-lembaga kredibel seperti Wahid Institute, Nurani Perdamaian Foundation, dan Lembaga Inklusif Depok.
Kantor Kementerian Agama Kota Malang pun turut serta dengan menugaskan Amalia Alya Noor, S.Th.I, Penyuluh Agama Islam Pertama pada KUA Kecamatan Blimbing, sebagai delegasi untuk mengikuti kegiatan penting ini. Keikutsertaan ini menjadi wujud nyata komitmen Kemenag Kota Malang dalam memperkuat kapasitas SDM dalam menangani potensi konflik yang bernuansa keagamaan, baik antar maupun intra-agama.
“Peran penyuluh dan penghulu kini semakin luas. Mereka tidak hanya hadir dalam urusan ibadah atau administrasi keagamaan, tapi juga sebagai penggerak perdamaian dan penjaga harmoni sosial,” ungkap salah satu panitia kegiatan.
Selama Bimtek, para peserta mendapatkan berbagai materi penting seperti identifikasi dan pemetaan potensi konflik keagamaan, strategi resolusi konflik berbasis kearifan lokal, pendekatan dialog antarumat beragama, serta keterampilan praktis seperti teknik mediasi dan fasilitasi.
Kegiatan ini juga menjadi ruang perjumpaan antarpraktisi lintas daerah untuk berbagi pengalaman lapangan dalam merespons berbagai dinamika sosial di masyarakat. Interaktif dan reflektif, suasana pembelajaran dibangun dengan semangat kolaborasi, mendengarkan, dan mengasah kepekaan sosial para peserta.
Menurut Amalia Alya Noor, kegiatan ini sangat membantunya memahami pendekatan-pendekatan baru dalam menangani konflik. “Sebagai penyuluh, saya sering terlibat dalam dinamika masyarakat yang kompleks. Dengan bekal yang saya dapat dari SPARK, saya lebih siap menjadi fasilitator perdamaian di tengah keberagaman,” ujarnya dengan antusias.
Lebih lanjut, ia menyampaikan pentingnya literasi damai di lingkungan masyarakat. “Banyak konflik bermula dari miskomunikasi dan prasangka. Peran kita adalah menciptakan ruang aman bagi semua pihak untuk berdialog, saling memahami, dan menjaga nilai-nilai keagamaan tetap rahmatan lil ‘alamin,” tambahnya.
Program SPARK diharapkan menjadi awal dari gerakan yang lebih luas dalam menjadikan penyuluh dan penghulu sebagai peace agent atau aktor perdamaian yang memiliki kemampuan deteksi dan cegah dini terhadap potensi konflik. Dengan pelatihan ini, mereka dipersiapkan menjadi pionir yang tidak hanya responsif, tetapi juga transformatif dalam menjaga kohesi sosial.
Kementerian Agama terus mendorong peningkatan kapasitas SDM berbasis keilmuan, empati, dan semangat kebangsaan. Kepala Kantor Kemenag Kota Malang menyambut positif program ini dan menyatakan bahwa pembekalan kompetensi seperti ini sangat relevan untuk menjawab tantangan keragaman yang dihadapi bangsa.
“Masyarakat Indonesia begitu beragam dalam agama, budaya, dan tradisi. Maka tugas kita adalah menjaga kerukunan itu melalui pendekatan yang lembut, humanis, dan profesional,” ujarnya.
Dengan semangat SPARK, para penyuluh dan penghulu diharapkan terus menjadi cahaya harapan di tengah masyarakat menyulut api damai, bukan bara konflik. Karena perdamaian tidak hadir begitu saja, tetapi harus diupayakan, diajarkan, dan diperjuangkan bersama.
(HUMAS Kemenag Kota Malang)