Kawal Haji hingga Murur, untuk Kenyamanan Jemaah Haji

Upaya pemerintah menjadikan layanan haji tahun ini menjadi layanan terbaik selama pemerintahan Jokowi, dilakukan secara serius. Aplikasi kawal haji contohnya. Sistem yang bisa didownload via playstore itu memberi kesempatan semua jamaah untuk memberikan komplain layanan tanpa batas. Seluruh petugas haji tanpa kecuali diwajibkan untuk melakukan kontrol atas aplikasi itu dan bertindak cepat mengatasi masalah sehingga keluhan jamaah segera tertangani. Bahkan masyarakat luas yang tidak sedang haji juga bisa memantau layanan haji dan seberapa cepat penanganan keluhan jamaah.

Aplikasi Kawal Haji menjadi terobosan istimewa bagi kementerian agama. Keberadaannya membuktikan bahwa penghargaan transformasi digital yang pernah diterima Kementerian agama bagi layanan cepat kepada masyarakat, bukan sekedar isapan jempol. Kita tentu patut bangga dengan hal ini. Terlebih layanan haji menjadi layanan terbesar bagi Kementerian Agama ini. Banyaknya masalah yang timbul saat tahun 2023 diantisipasi secara elegan dan terukur. Untuk memastikan para petugas baik PPIH Arab Saudi Non Kloter maupun PPIH yang mendampingi Kloter benar-benar bekerja optimal, mereka diwajibkan melaporkan setiap kerja dan kinerjanya melalui aplikasi petugas yang dipantau langsung oleh Menteri Agama. Kementerian Agama sebagaimana disampaikan oleh Dirjen PHU Prof. Hilman, menurunkan tim yang tidak diperkenankan menggunakan pakaian ihram dan harus tetap berseragam untuk memastikan layanan haji bagi jamaah terpantau karena memudahkan kordinasi darat dengan seragam paduan putih dan batik yang khas yang mudah dikenali.

Masalah keterlambatan transportasi saat di Muzdalifah tahun lalu, dan jarak Mina Jadid ke tempat pelemparan jumrah yang sangat jauh hingga memungkinkan jamaah kelelahan terutama yang lansia dan disabilitas, diantisipasi dengan konsep “murur” dari Muzdalifah dan tidak menggunakan Mina Jadid lagi sebagai perkemahan jamaah haji Indonesia.

Pada tahun 2012, saat menjadi petugas haji pendamping kloter, Saya termasuk yang menempati Mina Jadid ini, dari arafah diturunkan di Mina Jadid tanpa ke Muzdalifah. Mina Jadid ini memang sering digunakan olok-olok, karena pada malam tanggal 10 dia disebut Muzdalifah, tapi esok hari saat mabit ia disebut Mina Jadid. Bagaimana mungkin satu tempat diberi nama berbeda?

Jamaah yang tidak ke mengakui istilah Mina Jadid, sebagai bagian dari Mina, kebanyakan setiap malam melakukan perjalanan menuju tanah Mina sesungguhnya untuk melakukan mabit di pinggir-pinggir jalan Mina. Atau kemudian tidak mau menempati Mina Jadid dengan kembali ke Hotel Makkah dan hanya ke Mina saat lempar jumrah. Banyak jamaah yang kelelahan dengan cara ini.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan jamaah karena hal ini dan semakin sempitnya lahan Muzdalifah akibat pembangunan toilet besar-besar oleh pemerintah Saudi, Kementerian Agama tidak lagi menggunakan Mina Jadid dan membuat konsep “murur”. Tidak kurang dari 50 ribu jamaah akan menjalani “murur” ini.

“Murur” secara bahasa berarti melintas. Dalam konsep murur ini jamaah tidak perlu turun ke Muzdalifah setelah dari Arafah, hanya sekedar lewat Muzdalifah saja untuk kemudian langsung ke Mina.

Sebelum diterapkan, konsep murur ini dibahas oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU dalam tinjauan fikih.

Dalam pembahasan tersebut dinyatakan bahwa mabit/bermalam menurut mayoritas ulama di Muzdalifah merupakan wajib haji yang bila tidak dilakukan harus diganti dengan membayar dam. Bila murur/proses melintas Muzdalifah dilakukan setelah jam 24, maka sudah dianggap mabit dan tidak perlu turun ke area Muzdalifah. Namun bila murur dilakukan sebelum jam 24 malam maka tidak bisa dianggap mabit/bermalam.

Tidak semua ulama menyatakan bahwa mabit Muzdalifah ini hukumnya wajib, ada pula ulama yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah hukumnya sunnah dan bila ditinggalkan sunnah pula membayar dam.

LBM PBNU menegaskan bahwa kebijakan murur bila dilakukan setelah jam 24 malam hukumnya sah dan tidak perlu membayar dam dan bila murur dilakukan sebelum jam 24 juga sah dan tidak perlu membayar dam dengan mengikuti pendapat ulama yang menyatakan bahwa mabit Muzdalifah hukumnya sunnah.

Terobosan-terobosan kebijakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama guna memberikan layanan terbaik bagi jamaah haji ini pantas diberikan apresiasi. Dari Kawal Haji hingga Murur untuk kenyamanan tamu Allah.

Artikel ini sdh dimuat di malangposcomedia pada 4 juni 2024

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.