Catatan Perjalanan Haji Achmad Shampton Masduqi
Ingatkah anda tentang kisah Ukkaasyah yang menempelkan seluruh wajahnya ke perut Rasulullah karena kulit yang pernah bersentuhan dengan kulit Rasulullah tidak akan pernah terjilat api neraka? Dengan alasan ingin membalas cambukan Rasulullah, Ukkaasyah berhasil menempelkan seluruh wajahnya ke perut Rasulullah. Ukkaasyah menerima keberuntungan termasuk 70 orang yang dibahagiakan dengan surga tanpa hisab.
Siapa yang tidak ingin seperti Ukkaasyah yang mendapat keberuntungan bisa menciumi dan menempelkan seluruh wajahnya kepada Rasulullah? Meski tidak mungkin terjadi pada sahabat yang lain, tetapi para sahabat kemudian berupaya memburu keberkahan dari apa yang pernah digunakan maupun ditempati Rasulullah. Dalam hadits riwayat Bukhari No. 415 dan riwayat Muslim No. 54 diceritakan bahwa Utban Ibn Malik memohon Rasulullah Muhammad berkenan ke rumahnya dan melakukan shalat disana dan Utbah akan menjadikan tempat yang digunakan Rasulullah shalat itu sebagai mushalla. Permohonan ini diterima oleh Rasulullah dan Rasulullah datang Bersama Abu Bakar kemudian menanyakan tempat yang ingin digunakan shalat. Utbah kemudian menunjukkan tempat itu dan kemudian mereka shalat bersama. Yang seperti ini dilakukan juga oleh Ummu Sulaim. Ia meminta Rasulullah datang ke rumahnya untuk shalat agar tempat itu bisa digunakan shalat oleh keluarganya.
Kisah-kisah dari hadits sahih inilah yang membawa Umar Ibn Abdul Aziz saat menjadi Gubernur Madinah membuat masjid dimana tempat itu pernah didatangi Rasulullah atau digunakan untuk ibadah tertentu. Abdullah Ibn Umar juga menceritakan bagaimana mereka berkumpul di sebuah pohon yang pernah digunakan melakukan baiat oleh Rasulullah karena ditempat itu terdapat Rahmat berlimpah dari Allah karena pernah digunakan Rasulullah.
Coba bayangkan bagaimana beratnya hati kita andai tempat-tempat yang penuh berkah itu adalah milik pribadi kemudian diminta untuk diikhlaskan menjadi ruang publik yang tidak lagi bisa dimanfaatkan sendiri lagi? Inilah yang terjadi pada Sayyidah Hafsah Binti Umar Ibn Khattab. Saat ayahnya dan sahabat-sahabat lain memintanya merelakan rumah yang ia tempati bersama Rasulullah Muhammad yang dipenuhi dengan keberkahan itu untuk perluasan masjid. Tentu saja tidak ada rayuan dan bujukan yang bisa meruntuhkan rindu Sayyidah Hafsah dan melepas keberkahan Rasulullah di rumahnya untuk orang banyak.
Setelah dirayu berkali-kali bahkan oleh Sayyidah Aisyah, akhirnya Sayyidah Hafsah merelakan rumahnya digunakan perluasan masjid dengan kompensasi rumah Abdullah Ibn Umar yang ada disebelahnya diberikan kepadanya dan dirumah itu dibuatkan jendela yang langsung mengarah ke maqam atau rumah Rasulullah. Jendela itu tidak boleh ditutup agar Sayyidah Hafsah bisa terus memandangi rumah dan maqam Rasulullah setiap beliau inginkan. Persyaratan inipun disetujui dan hingga kini kita akan melihat jendela yang lurus dengan makam Rasulullah yang tidak pernah tertutup. Para ulama salaf bahkan menegaskan bila ingin mengetahui posisi pas wajah Rasulullah di maqamkan, maka wajah Rasulullah itu berada tepat di jendela yang selalu terbuka itu atau bila kepala kita tepat berada dibawah lampu yang berada di depan Syubbakul Muwaajahah Asy Syarifah/dinding depan kamar Rasulullah.
Dari kisah ini kita akan menyadari bila setiap kali kita melalui pintu babussalam untuk mengucap salam kepada Rasulullah Muhammad kita selalu melalui rumah Sayyidah Hafsah yang juga rumah Rasulullah. Jariyah Sayyidah Hafsah membuat kaki kita pernah menginjak di rumah Rasulullah. Disana ada jejak kaki manusia yang paling mulia, Rasulullah. Karenanya sudah sepantasnyalah seharusnya saat kita melalui tempat itu, kita melewati dan mengucap salam dengan adab dan perilaku yang baik. Habib Shalih Ibn Ahmad Ibn Salim Alaydrus dalam kitabnya Irsyad al-Hair ila adab wa ad-iyah musafir wa al-hajj wal mu’tamir wa zaair halaman 284-285 menegaskan; (bila memungkinkan) ditempat itu pejamkan mata, penuh penghormatan kepada beliau Rasulullah SAW dengan seluruh jiwa dan raga seolah-olah kita benar-benar melihat Rasulullah. Ucapan salam dianjurkan tanpa mengeraskan suara sebagaimana disebutkan dalam Surat al-Hujurat ayat 2: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari."
Jariyah Sayyidah Hafsah membuat tapak kaki kita menginjak tempat yang pernah diinjak dan didiami Rasulullah yang pasti menebar keberkahan. Moga Rasulullah menerima kita sebagai ummat dan menerima syafaatnya. Wallahu a’lam.