Itikaf di Miqat Birr Ali Dzulhulaifah

Catatan Haji 2024

Achmad Shampton, M.Ag, M.HI

Kepala Kemenag Kota Malang

Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 5 juni 2024

Orang yang pergi haji pasti mengenal istilah miqat, apa sih miqat itu? Dalam bahasa Arab, kata miqat merupakan bentuk isim makan dan zaman dari auqata-yûqitu yang berarti menetapkan waktu. Miqat secara istilah fiqih adalah tempat-waktu yang ditentukan untuk mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah.

Miqat dibagi dua menjadi miqat zamani dan miqat makani, miqat zamani adalah waktu dimana seseorang sudah diperbolehkan melakukan rangkaian haji seperti umrah wajib yaitu sejak bulan syawal, dzulqa’dah dan 10 hari dibulan dzulhijjah. Saya sering mengilustrasikan haji itu seperti shalat dua rakaat, rakaat pertama bisa melakukan rangkaian haji dulu, kemudian r a k a a t k e d u a melakukan rangkaian umrah wajib yang dengan cara ini sesesorang disebut melakukan haji ifrad. Bisa pula rakaat pertamanya umrah wajib dulu dan rakaat keduanya rangkaian haji. Cara ini seseorang disebut melakukan haji tamattu’ sebagaimana dilakukan oleh mayoritas umat muslim di Indonesia. Bila seseorang melakukan haji tamattu’ maka ia bisa melakukan umrah wajib dibulan syawal kemudian hajinya di tanggal 8 hingga 13 dzulhijjah. Sementara miqat makani adalah tempat dimana seseorang boleh berniat haji atau umrah. Untuk miqat umrah sunnah dan bukan wajib, adalah tanah halal yang mengitari tanah haram, hanya saja yang sering dikunjungi untuk ihram adalah Tan’im tempat dimana Nabi pernah memerintahkan Sayidah Aisyiyah untuk mengambil miqat umrah. Yang kedua adalah Ji’ranah yaitu tempat dimana Nabi pernah berniat ihram umrah dan mandi di telaga dekat masjid yang kemudian dari telaga itu diyakini memberikan berkah karena pernah digunakan mandi Rasulullah. Yang ketiga adalah Hudaibiyah tempat dimana Rasulullah pernah akan menjalankan umrah tetapi dihalang-halangi oleh kafir Quraisy yang akhirnya memunculkan perjanjian Hudaibiyah.Sementara miqat makani bagi orang yang akan menjalani haji adalah Dzulhulaifah bagi penduduk madinah, Juhfah bagi penduduk tanah Syam, Qarnul Manazil bagi penduduk tanah najd, Dzatu Irqin bagi penduduk khurasan dan iraq dan Yalamlam bagi penduduk Tihamah Yaman. Bagaimana dengan penduduk Indonesia? Penerbangan bagi Jamaah Indonesia biasanya pesawatnya dibelokkan sedikit ke arah Yalamlam, sehingga jamaah haji Indonesia bisa meniatkan ihram haji atau umrah di Yalamlam diatas pesawat. Bagaimana dengan miqat Jeddah? Ada dua pendapat ulama yang menyatakan bahwa miqat itu bersifat tauqifi yang didasarkan dari petunjuk Rasulullah dan bukan ranah ijtihadi, karenanya mengambil miqat di Jeddah menjadi tidak sah. Tetapi ada pula ulama yang menyatakan bahwa miqat itu bersifat ijtihadi karena Dzatu Irqin itu miqat yang ditunjuk oleh Sayyidina Umar dan tidak ada di era Rasulullah. Dan setelah diukur jarak dari semua miqat dari titik Makkah, rata-rata berjarak masafah qasr kurang lebih 82 km. Bila memang titik alasan penentuan miqat adalah masafah qasr maka Jeddah bisa digunakan sebagai miqat haji. Hal ini ditetapkan oleh MUI.

Perjalanan haji kali ini dengan pesawat garuda, saya landing melalui Madinah karena padatnya penerbangan Jeddah. Karena landing di Madinah, miqat yang diambil adalah Dzulhulaifah atau sering disebut Bi’ru Ali atau Abyar Ali. Disebut Abyar Ali karena di tempat ini dulu Sayidina Ali pernah membuat sumur yang cukup banyak ditempat ini karenanya orang mengenal tempat ini dengan sumur Ali atau Bi’ru Ali. Rangkaian niat ihram di Bi’ru Ali ini agak tersendat karena bus ditahan oleh kepolisian. Mereka mengira kami adalah jamaah illegal, karena beberapa kali kepolisian Bi’ru Ali menangkap jamaah haji Indonesia pemakai visa ziarah. Setelah dijelaskan bahwa kami semua petugas haji, mereka tidak percaya karena kami menggunakan pakaian ihram, mereka akhirnya minta cek visa kami, dan alhamdulillah tidak ada masalah karena visa kami adalah visa haji. Inilah yang mungkin menjadikan sebagian petugas haji kita tidak boleh menggunakan pakaian ihram karenauntuk memudahkan kordinasi dengan pemerintah Saudi. Inilah rangkaian ibadah haji, Allah seringkali mengirim media-media yang tidak kita sangka-sangka untuk menguji kita terhindar dari rafats, fusuq dan jidal ataukah tidak. Karena haji memang nampak ibadah fisik tetapi kemabrurannya digantungkan pada ibadah hati. Kami para petugas PPIH harus bersabar sebentar untuk I’tikaf di Bi’r Ali menunggu izin Pemerintah Saudi untuk kembali jalan menuju Makkah. Hajjan Mabrura in sha Allah. Wallahu a’lam. (*)

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.