Assalamualaikum. Saya yang kemarin bertanya disaat manasik haji di Hotel Regent yang diselenggarakan KUA Lowokwaru. Saya ingin jawaban ulang terkait dengan zakat dari setoran dana BPIH sebanyak 25 juta saya untuk mendapatkan nomor porsi pada 12 tahun lalu. Apakah uang pendaftaran sebanyak 25 juta tersebut harus diikutkan dalam penghitungan zakat mal setiap tahunnya ? Mengingat jarak setor dan keberangkatan haji saya 12 tahun lagi. Mohon penjelasan ulang.
Abdullah +6281333381xxxx
Jawaban
Untuk diketahui, ada tiga kriteria harta yang wajib dizakati. Karenanya untuk melihat apakah BPIH yang sudah disetorkan ke bank persepsi yang ditunjuk pemerintah untuk menerima dana haji wajib dizakati atau tidak, harus diukur melalui tiga kriteria ini. Tiga kriteria tersebut adalah:
1. Harta mencapai satu nishab
Seseorang diwajibkan zakat maal bila hartanya telah mencapai satu nishab (batas minimal kepemilikan harta). Bila seseorang telah memiliki uang senilai 85 gram emas murni 24 karat dengan mengikuti harga buy back emas pada hari dimana zakat akan ditunaikan, maka ia wajib zakat. Bila harga emas antam adalah 1,327,000 per gram (sesuai perhitungan per 2 mei 2024), maka untuk mencapai satu nishab harus mencapai Rp.112.795.000. Sementara uang dana setoran awal jamaah haji hanya senilai 25,5 juta dan tidak mencapai nominal tersebut. Bagaimana kalau di takar dengan nishab perak? (Berdasar laman Baznas Yogya, nishab perak adalah 595 gram dan harga perak per 2 mei 2024 1 gramnya Rp.13.787.- maka nishab harta wajib zakat dihitung menggunakan ukuran perak adalah Rp.7.276.045.- maka uang dana setoran awal jamaah haji memungkinkan disebut telah mencapai nishab berdasar perhitungan perak.
2. Harta dimiliki secara sempurna
Uang yang telah disetorkan oleh jamaah haji bisa juga disebut uang dana panjar untuk keberangkatan haji. Sementara kepemilikan secara sempurna menjadi salah satu syarat wajib zakat, sehingga dana setoran awal jamaah yang telah disetorkan kepada BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) tidak masuk dalam kategori kepemilikan secara sempurna, karena telah ditasarufkan kepada BPKH. Jamaah tidak boleh mengambil dana tersebut kecuali bila melakukan pembatalan keberangkatan haji.
3. Harta telah mencapai satu tahun (haul)
Harta yang telah mencapai satu nishab wajib dikeluarkan zakatnya bila harta tersebut bertahan stabil dalam nishab selama satu tahun. Sehingga bila harta tersebut rusak atau ditasarufkan sebelum memasuki haul, maka tidak wajib dizakati dan harus memulai ulang perhitungan haulnya. Dalam prakteknya, uang jamaah selain tidak mencapai satu nishab bila diukur dengan nishab emas, juga telah dipergunakan untuk keperluan investasi yang nilai manfaatnya dikembalikan kepada jamaah, seperti pembiayaan biaya keberangkatan haji yang 60 persen dipenuhkan oleh jamaah haji dan 40 persen dari nilai manfaat investasi itu.
Mengacu pada tiga kriteria ini, Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang sudah dibayarkan masyarakat kepada BPKH melalui Bank Syariah yang ditunjuk pemerintah, tidak wajib dizakatkan. Meskipun bila mengacu nishab perak, setoran awal untuk mendapatkan porsi haji sudah mencapai nishab pada kriteria pertama, tetapi tidak memenuhi syarat pada kriteria yang kedua dan ketiga. Dengan demikian, dana yang sudah disetorkan ke Bank Syariah guna mendapatkan porsi haji tidak wajib dizakati karena tidak memenuhi tiga kriteria di atas. Abdul Ghani al-Ghunaimi ad-Dimasqi dalam bukunya al-Lubab fi Syarh al-Kitab, yang diterbitkan Bairut-Dar al-Kitab al-‘Arabi, tt, juz, 1, halaman 98 menegaskan “Zakat adalah wajib atas orang merdeka yang muslim, baligh dan berakal ketika ia memiliki harta dengan kepemilikan yang sempurna yang sudah sampai nishabnya dan telah mencapai haul”. Wallahu a’lam, moga dapat dipahami.