Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh
Ibu saya baru saja meninggal sekitar delapan bulan yang lalu. Tapi ayah saya yang sudah berumur 63 tahun ini ingin menikah lagi karena alasan masih memiliki dana pensiun dan masih merasa segar dan mampu. Kami para putra putrinya tidak menyetujuinya. Karena ibu meninggal setelah tahajud jam 3 malam sementara wanita yang diinginkan oleh ayah adalah wanita yang jauh dari sosok ibu yang ahli ibadah dan agamis. Sementara putra-putrinya orang pesantren dan ayah dianggap oleh masyarakat sekitar kami seorang tokoh agama. Bolehkah kami selaku anak menghalangi ayah menikah lagi? Melihat sosok ibu kami yang shalihah kami seolah merasa tidak tega ibu kami dihianati. Sampai terbersit dihati kami ingin mendoakan ayah segera menyusul ibu, agar ibu tidak terhianati. Apa boleh mendoakan seperti itu? Mohon pencerahan.
Imma Yufida +62 858-5625-xxxx
Jawaban
Pernikahan itu ada yang atas dasar hajat, baik hajat syahwat atau hajat dalam arti hajat khusus agar ada yang melayani secara khusus bukan sekedar hubungan suami isteri. Pernikahan dengan alasan syahwat saja juga sah karena bila tidak melalui jalur halal akan terpeleset ke jalur haram yaitu perzinaan. Ada juga pernikahan karena ingin keturunan, status, nafkah dan lain sebagainya.
Yang agak repot adalah pernikahan yang didahului dengan rasa senang terlebih dahulu sehingga dia tidak bisa menerima diskusi atau masukan saran dari siapapun. Ada peribahasa arab yang menyatakan jangan menasehati dua orang, orang yang sedang dimabuk cinta dan orang yang sedang marah.
Hanya saja yang perlu dipahami seorang anak adalah seorang ayah tidak sekedar ayah tapi dia juga seorang laki-laki yang memiliki hajat khusus yang tidak mungkin dipenuhi oleh anak-anaknya. Karenanya seorang anak terhitung berdosa bila melarang ayahnya mendapatkan hajat pribadi yang dihalalkan Allah. Ini persis dengan dosa seorang ayah atau ibu yang melarang anaknya yang sudah punya hajat nikah untuk menikah. Jadi salah satu birrul walidain adalah menikahkan ayahnya bila ia punya hajat. Terlebih ibu sudah meninggal dan amal kebaikannya akan menghantarkan kemuliaan ibu. Pernikahan ayah setelah wafat tidak mengurangi kemuliaan ibu di akhirat.
Bila melihat narasi pertanyaan, sepertinya ayah sudah terlanjur senang dengan seseorang yang tidak disukai para putra-putrinya. Bila kondisinya seperti ini, apakah putra-putrinya berkenan bila calon isteri ayah diganti yang lebih baik? Atau anak-anaknya berkenan mencarikan yang lebih baik dan ayah mau dengan calon yang disodorkan anaknya?
Meski secara fikih anak tidak mempunyai hak untuk melarang ayah menikah lagi, tetapi anak-anak perlu diajak diskusi tentang kebutuhan khusus sang ayah. Agar pernikahan kedua sang ayah ini tidak menimbulkan perpecahan keluarga atau dikemudian hari tidak terjadi sengketa antara ibu kedua dan anak-anaknya. Utamanya bila ayah kaya dan meninggalkan warisan. Ibu kedua masih muda, punya anak bawaan dan cenderung tidak cocok dengan anak-anak ayah yang umurnya setara dengan sang ibu. Inilah pentingnya komunikasi keluarga.
Sekali lagi ibu yang sudah wafat sudah tidak membutuhkan lagi pernik-pernik dunia, untuk itu mendoakan ayah segera meninggal agar bisa menemani ibu sehidup semati adalah keharaman dan termasuk durhaka pada orang tua. Pernikahan adalah hal penting yang dihalalkan agama untuk menghindari perzinaan yang diharamkan, melarang yang halal tentu tidak bijak apalagi dilakukan seorang anak pada orang tuanya. Moga dipahami, Wallahu a’lam.
Oleh: Gus Achmad Shampton Masduqie Kepala Kemenag Kota Malang
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 14 Februari 2025