Salam, saya menemukan dalam terjemah irsyadul ibad pembahasan tentang pajak dan bea cukai yang dicela. Dalam buku tersebut dicantumkan hadits nabi yang menyatakan “la yad-hulul Jannah shahibul maksi” /tidak akan masuk surga tukang bea cukai, “inna shahibal muksi finnar“/sesungguhnya pegawai bea cukai berada di neraka. Mohon penjelasan seperti apakah pajak seperti yang berlaku di Indonesia ini dalam tinjauan Islam sesungguhnya? Apakah para ASN di bea cukai dan pajak harus keluar dari asn agar bisa masuk surga?
Endang Murdoko, +62812337xxxx
Jawab:
Kata maksi dari berbagai kamus Arab Indonesia sebagaimana teks hadits diatas bisa berarti cukai, bisa juga diartikan pungli atau pajak. Namun pertanyaannya, “maksu” yang di”maksu”d dalam hadits ini apakah sama dengan arti muksi dalam kamus tersebut? Dalam Aunul Ma’bud, sharh (buku penjelasan) dari hadits riwayat Abu Dawud, dijelaskan bahwa muksi dalam hadits ini adalah orang yang meminta sejumlah uang dari para pedagang atau Amil zakat yang meminta tips diluar zakat yang dikeluarkan. Tidak jauh berbeda, kitab Faidlul Qadir juga menjelaskan bahwa pondasi “maksu” adalah penghianatan. Sementara dalam musnad Abu Hanifah diartikan orang dzalim yang mengambil sepersepuluh dengan cara mempersulit atau orang yang sembrono/berlebihan dalam mengambil hak orang lain. Sementara itu dalam situs islamweb.net lebih rinci menjelaskan bahwa “maksu” yang di”maksu”d dalamm hadits ini adalah orang yang mengambil pungutan dari orang yang lewat atau para musafir yang manfaatnya tidak kembali kepada masyarakat.
Dari penjelasan-penjelasan ini “maksu” yang di”maksu”d dalam hadits “la yadkhulul Jannah shahibul maksi ini bukanlah sebagaimana praktek perpajakan atau bea cukai sebagaimana yang berlaku di negara kita.
Menurut definisinya, pajak adalah iuran wajib yang dibebankan oleh negara kepada rakyatnya, baik perorangan (individu) maupun badan, dan bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung. Bea dan cukai merupakan dua kata dengan makna yang berbeda. Bea adalah pungutan yang dikenakan atas barang impor maupun ekspor dari wilayah kepabeanan. Bea akan dibebankan kepada orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan perdagangan internasional, baik impor maupun ekspor.
Sementara itu, cukai adalah pungutan resmi yang akan dibebankan oleh negara pada barang-barang dengan karakteristik khusus. Karakteristik khusus yang di”maksu”d adalah sifat barang yang mana dalam pemakaiannya bisa memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan masyarakat umum. Karena itu, pemakaian barang itu perlu untuk dibatasi jumlah penggunaannya di kalangan masyarakat. Contohnya adalah rokok, minuman keras, tembakau, dan bensin.
Disisi lain, negara sebagai rumah besar bagi rakyatnya tentu membutuhkan pembiayaan besar demi mempertahankan eksistensinya dengan sebaik-baiknya. Pemerintah sebagai pemangku amanah rakyat bersama wakil rakyat memiliki kewajiban terhadap negara ini untuk menciptakan maslahah dengan pengertianya yang luas. Di sisi lain warga negara juga berkewajiban ikut serta andil dalam menjaga dan mempertahankan eksistensi negaranya sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, ketersediaan anggaran dari berbagai sumber perlu terus diupayakan. Bea cukai maupun pajak adalah salah satu sumber penting dalam pembiayaan negara untuk kemaslahatan rakyat yang di”maksu”.
Dari sini sangat jelas kentara antara pengertian ““maksu”” dalam hadits yang secara istilah cenderung kepada pungutan liar, suap yang merugikan rakyat dan tidak memberi kemanfaatan pada rakyat dengan bea cukai dan pajak yang kemanfaatannya dikembalikan kepada kepentingan negara dan rakyat secara umum. Karenanya pemaknaan “maksu” dengan arti bea cukai adalah tidak tepat. Penterjemah mungkin tidak memahami secara mendalam pengertian hadits ini sehingga menterjemahkan sebatas apa yang dimuat dalam kamus atau mungkin sebenarnya memahami bahwa pengertian dari kalimat ini memungkinkan dibelokkan untuk tujuan tertentu. Ala kulli hal, tidak perlu keluar dari ASN instansi bea cukai atau pajak hanya tertipu penterjemahan hadits yang tidak tepat. Wallahu a’lam