​​​​​​​Membangun Hubungan Ruhani dengan Pasangan

TANYA: Maaf, suami saya telah ngelok2ne saya, orang tua saya, anak-anak saya, dan keluarga saya. Kata-katanya kasar gak pantes didengar. Hatiku sakit sekali. Maka: Ini sudah hari ketiga, saya tidak ngladeni suami, gak tak buatkan kopi, makanan dll dan saya diam malas ngomong sama dia. Pertanyaanya: berdosakah saya?

+62 857-1038-xxxx

JAWAB: Alqur’an menyebut keharusan anak memperlakukan kedua orang tuanya secara baik sebagai bentuk bakti anak kepada kedua orang tua; “Kami memerintahkan manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah kepayahan dan menyapihnya pada dua tahun. ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu.” (Surat Luqman ayat 14).

Siapa sajakah yang disebut orang tua dan harus dihormati? Al-Habib Zain ibn Ibrâhîm ibn Sumaith mengutip sebuah ung­kapan yang menjelaskan bahwa guru merupakan orang tua yang paling utama diantara tiga macam orang tua yang wajib dihormati, sebagai berikut orang tuamu ada tiga: orang tua yang menjadi sebab terlahirnya kamu dan mer­tuamu, dan gurumu—beliaulah yang paling utama (di antara para orang tua tersebut) (al-Manhaj al-Sawîy, h. 218).

Berdasar dua dalil diatas, menjelek-jelekkan orang tua hu­kumnya haram. Termasuk dalam hukum haram ini mencaci mer­tua. Allah dalam surat an-Nisa ayat 19 telah menegaskan agar seorang suami memperlakukan isterinya dengan baik seperti memberikan hak-hak isteri seper­ti mahar, nafakah, tidak menyakiti dengan kalimat yang buruk.

Seorang isteri wajib memper­lakukan baik suaminya dan suami juga wajib memperlakukan baik isterinya sebagaimana dijelaskan dalam al-Baqarah 228. Bagaima­na bila suami tidak memberikan hak isteri untuk diperlakukan baik? Maka isteri bisa menjadikan suami sebagai media dakwahnya dengan terus memperlakukan baik suami. Bila suami memper­lakukan isteri dengan tidak baik dan isteri membalas perlakuan itu dengan cara yang sama, maka apa beda suami dan isteri itu?

Meski demikian Islam tidak mengharuskan manusia mencabut sisi kemanusiaannya untuk sakit hati. Sakit hati atas perilaku buruk tentu diperkenankan, Alquran dalam surat As syuro ayat 40 me­nyatakan: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa me­maafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.”

Dalam Mausuah Fiqhiyyah dijelaskan bahwa terkadang men­diamkan pasangan itu bisa menjadi media efektif untuk mengingatkan­nya dan mengedukasinya. Namun mendiamkan pasangan tidak di­perkenankan melebihi tiga hari. Sebagaimana hadits nabi yang me­nyatakan: “tidak halal bagi sesama muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.”

Bila suami menganggap is­teri tidak baik, kemudian isteri marah dan melawan suaminya, bukankah itu sama saja dengan membenarkan perkataan suami bahwa ia tidak baik? Bagaimana kalua caci maki suami kita balas dengan kelembutan sebagaimana Rasulullah lakukan dan kita do­akan terus agar Allah member­inya hidayah?

Andai saja kita mau menyadari bahwa perlakuan suami itu juga atas kehendak Allah, mungkin kita bisa muhasabah/interospeksi diri, adakah masalah dengan ibadah kita terhadap Allah sehingga Al­lah berkenan mengingatkan kita melalui “perlakuan buruk suami?”. Perbanyaklah istighfar dan mendo­akan pasangan agar hubungan ti­dak sekedar hubungan jasadi tetapi juga terbangun hubungan ruhani antara suami isteri dan keluarga. Moga dipahami, Wallahu a’lam. (*)

Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 25 Oktober 2024

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.