Saat Menyebut Orang Lain Pelit, Mungkin Kita yang Bermasalah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mudah menilai orang lain dengan sebutan “pelit” atau “kikir” saat mereka enggan membagi harta, waktu, atau perhatiannya. Namun, Islam mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru menghakimi. Justru, saat kita mengucapkan kata itu, ada cermin besar yang perlu kita hadapkan ke dalam diri: Mengapa kita merasa berhak menuntut apa yang bukan milik kita?

Hakikat Pelit dalam Perspektif Islam

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Humazah (104:1-3):

“Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (dengan rasa bangga). Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”

Ayat ini mengingatkan bahwa sifat tercela seperti kikir atau pelit bukan hanya tentang menahan harta, tetapi juga tentang sikap hati yang merasa harta adalah segalanya. Namun, Allah juga mengingatkan:

“Orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir... (maka Allah akan membalasnya dengan siksa yang pedih).”(QS. An-Nisaa’: 37).

Rasulullah SAW bersabda:

“Jauhilah sifat kikir, karena ia telah membinasakan orang sebelum kalian.” (HR. Ahmad, sahih menurut Al-Albani).

Tamak (serakah) dalam Islam didefinisikan sebagai keinginan berlebihan untuk memiliki sesuatu yang bukan hak kita, termasuk hak orang lain. Inilah akar masalah ketika kita menyebut orang lain pelit: kita sedang mengidap penyakit hati, bukan orang yang kita tuduh.



Mengapa Masalahnya Ada pada Diri Kita?

1. Kita Menuntut Hak Orang Lain

Islam mengajarkan bahwa harta adalah amanah dari Allah. Setiap orang berhak mengelola hartanya sesuai prinsip syariah dan keikhlasan.

Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian.”(HR. Bukhari No. 6864, Muslim No. 1679).

Maksudnya: Harta orang lain tidak boleh diambil tanpa kerelaan, sekalipun kita merasa berhak.

2. Tamak: Sifat yang Menghancurkan

Definisi Tamak:

Tamak adalah sikap tidak pernah puas dengan apa yang telah Allah berikan, bahkan ingin merebut hak orang lain. Allah berfirman:

“Dan tidak ada satu pun makhluk bergerak di bumi melainkan semuanya dijamin rezekinya oleh Allah.” (QS. Hud: 6).

Saat kita iri dengan milik orang lain, kita lupa bahwa rezeki telah dijamin sesuai kadar masing-masing.

3. Lupa Bersyukur

Menuntut orang lain berbagi sering kali muncul karena kita lupa mensyukuri nikmat sendiri.

Rasulullah SAW mengajarkan: “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah darimu dalam hal materi, dan jangan melihat orang yang di atasmu. Hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR. Bukhari No. 6490, Muslim No. 2963).

Catatan Penting:

Ini bukan berarti kita dilarang berusaha meningkatkan taraf hidup, tetapi agar kita tetap ingat untuk bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.


Solusi: Menyucikan Hati dari Tamak

1. Introspeksi Diri (Muhasabah)

Sebelum menilai orang lain, tanyakan pada diri: “Apakah aku sudah memberi seperti yang kuharapkan dari orang lain?”

Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari No. 13, Muslim No. 45).

Makna Hadis:

Keimanan kita tidak sempurna jika masih ada keinginan untuk menguasai hak orang lain.

2. Perbanyak Syukur

Syukur mengubah cara pandang. Firman Allah:

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

Contoh Praktis:

Daripada mengeluh tentang orang yang enggan berbagi, hitunglah nikmat yang Allah berikan, seperti kesehatan, waktu, atau keluarga.

3. Latih Empati dan Keikhlasan

Jika seseorang enggan berbagi, mungkin ada alasan yang hanya Allah dan dirinya yang tahu. Rasulullah SAW mengajarkan:

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut, mencintai kelembutan dalam segala urusan.” (HR. Muslim No. 2593).

Penerapan:

Daripada menghakimi, berdoalah: “Ya Allah, lapangkanlah hati mereka untuk berbagi, dan lapangkanlah hatiku untuk memahami.”

4. Perbanyak Sedekah

Saat kita merasa orang lain pelit, itulah saatnya kita membuktikan kemurahan hati sendiri. Allah berfirman:

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.” (QS. Al-Baqarah: 261).

Hikmah:

Sedekah tidak hanya membantu orang lain, tetapi juga menyembuhkan hati dari sifat tamak.

Dari Menghakimi ke Membangun Diri

Saat kita menyebut orang lain pelit, sebenarnya Allah sedang mengingatkan kita untuk membersihkan hati dari tamak dan iri. Masalah terbesar bukan pada orang yang kita tuduh, tetapi pada keinginan kita untuk menguasai hak orang lain. Mari ganti tudingan dengan introspeksi, ganti tamak dengan syukur, dan ganti tuntutan dengan memberi.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, tetapi melihat kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim No. 2564).

Maka, yang terpenting adalah menyucikan hati, karena dari sanalah segala kebaikan bermula.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Muhammad Nur Hidayah

Penulis yang bernama Muhammad Nur Hidayah ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pranata Humas dan Agen Perubahan Kemenag Kt Malang.