Sebagaimana halnya anugerah mata, lidah, dan bibir yang menuntut pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, demikian pula dengan jabatan yang diemban sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Terlepas dari bagaimana kita memandangnya, setiap posisi mengemban amanah yang besar dengan tuntutan akuntabilitas kinerja yang tak terhindarkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Cukuplah renungan mendalam atas firman Allah dalam Surah Al-Balad (ayat 7-9) tentang nikmat penglihatan, perkataan, dan potensi diri, serta hadis qudsi yang memperingatkan tentang konsekuensi penyalahgunaan nikmat tersebut, menjadi pelecut yang kuat bagi kita untuk senantiasa berupaya menghasilkan kinerja yang terbaik dalam setiap amanah yang kita emban. Lebih jauh lagi, ayat 10 dari surah yang sama mengingatkan akan pengawasan Allah yang Maha Melihat, dan hadis Rasulullah ﷺ tentang pertanyaan di hari kiamat semakin menegaskan urgensi pertanggungjawaban atas setiap aspek kehidupan, termasuk jabatan.
Selaras dengan tuntutan spiritual tersebut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN secara eksplisit menyatakan bahwa pegawai ASN memiliki fungsi krusial sebagai:
- Pelaksana kebijakan publik;
- Pelayan publik; dan
- Perekat dan pemersatu bangsa.
Fungsi-fungsi mulia ini mengemban imperatif untuk dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, yang esensinya adalah akuntabilitas.
Dalam konteks sistem manajemen pemerintahan, fokus utama adalah peningkatan akuntabilitas yang beriringan dengan peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome). Akuntabilitas menjadi kata kunci, yang diartikan sebagai perwujudan kewajiban pimpinan ASN atau instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, melalui media laporan akuntabilitas yang disusun secara periodik.
Akuntabilitas mengandung harapan implisit maupun eksplisit bahwa setiap keputusan dan tindakan seorang ASN akan dievaluasi oleh pihak lain, dengan potensi adanya reward atau punishment sebagai konsekuensinya. Akuntabilitas para pejabat eselon III, khususnya, akan teruji ketika mereka menghadapi permasalahan terkait transparansi dan akses informasi, potensi penyalahgunaan kewenangan, penggunaan sumber daya milik negara, serta adanya konflik kepentingan. Seorang pejabat dapat dikatakan akuntabel jika mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut dengan integritas.
Dengan demikian, landasan akuntabilitas kinerja bagi ASN tidak hanya berakar pada tuntutan regulasi dan sistem pemerintahan, tetapi juga pada kesadaran spiritual bahwa setiap amanah akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT melihat setiap perbuatan kita (Al-Balad: 7) dan akan menanyakan tentang setiap aspek kehidupan (Hadis), demikian pula publik dan negara menanti pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi-fungsi ASN. Ayat dan hadis menjadi pengingat abadi, selaras dengan amanat Undang-Undang ASN, bahwa kinerja yang baik adalah wujud nyata dari tanggung jawab kita sebagai pelayan publik dan perekat bangsa, yang kelak akan menjadi catatan amal di hadapan Sang Khalik.