Ketika Dimanfaatkan, Sesungguhnya Kita Sedang Dimuliakan

Dulu saya merasa sering dimanfaatkan oleh orang lain. Setiap kali ada yang meminta bantuan, saya kerap merasa kecewa, seolah kebaikan saya hanya dianggap sebagai pemanfaatan. Namun suatu ketika saya menyadari sesuatu: jika seseorang membutuhkan bantuan kita, berarti ada sesuatu yang berguna dalam diri kita untuk mereka. Dengan kata lain, dimanfaatkan orang lain bisa jadi tanda bahwa kita memiliki sesuatu yang bermanfaat untuk dibagi. Sebab itu, seharusnya kesempatan memberi manfaat membuat kita bersyukur, bukan sebaliknya. Bahkan, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 286: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. Ini menegaskan bahwa setiap panggilan untuk membantu adalah ujian di mana kita sesungguhnya mampu melakukannya dan akan diberi pahala karena usaha baik itu.

Sesungguhnya, Allah juga memerintahkan kita untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Dalam Surah al-Ma’idah ayat 2 Allah berfirman: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Ayat ini menegaskan bahwa saling membantu adalah perintah Ilahi. Jadi saat kita merasa “dimanfaatkan”, sebenarnya kita sedang menjalankan perintah agama untuk memberi manfaat kepada sesama. Betapa berbedanya jika tak ada yang memerlukan; artinya kita tak punya kesempatan sama sekali untuk memberikan kebaikan kepada orang lain.

Islam sejatinya memuji sikap bermanfaat kepada orang lain dan mengecam sebaliknya. Misalnya, Surah al-Ma’un melukiskan orang yang mendustakan agama sebagai orang yang “menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin”, bahkan digambarkan sebagai orang yang “enggan memberi bantuan”. Jelaslah bahwa memberi dan meringankan beban orang lain adalah bagian dari keimanan kita. Jika kita menutup diri dari kebaikan atau tak mau menolong, kita justru melewatkan kesempatan beramal yang berharga.

Jangan sampai kita menjadi orang yang ibarat mentimun bungkuk. Ada pepatah Betawi mengatakan, “Dia ada tidak membuat genap; dia tiada tidak membuat ganjil”. Artinya, ada orang yang hadir tetapi tidak membawa perubahan apa pun, keberadaannya seakan tak dihiraukan. Betapa sedihnya jika kita sampai seperti itu. Padahal setiap kita diciptakan dengan potensi untuk membawa manfaat. Setiap kebaikan kecil yang kita tebarkan menunjukkan bahwa keberadaan kita berarti bagi orang lain, bukan sia-sia.

Rasulullah menegaskan hal ini: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”.

Hadits mulia ini mengingatkan bahwa ukuran kemuliaan seseorang bukan sekadar seberapa banyak ia beribadah, tetapi juga seberapa besar manfaat yang ia berikan kepada sesama. Menolong ringankan beban orang lain, menyambung silaturahmi, menebar salam, serta tindakan kecil penuh kasih adalah bagian dari amal shalih yang dicintai Allah.

Menjadi pribadi yang bermanfaat tidak harus dengan aksi besar. Banyak tindakan sederhana justru sangat berarti. Menyapa rekan kerja dengan senyum hangat, membantu menyelesaikan masalah kecil, mendengarkan keluh kesah teman, atau berbagi ilmu di waktu senggang dapat meringankan beban orang di sekitar kita. Yang penting adalah niat dan konsistensi. Bahkan Allah berfirman dalam Surah Az-Zalzalah ayat 2 : “Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya ia akan melihat (balasannya)”. Ini menegaskan bahwa tidak ada kebaikan sekecil apa pun yang sia-sia di sisi-Nya.

Marilah kita syukuri setiap kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk dipakai dalam berbuat baik. Bila ada yang meminta bantuan, sambutlah dengan tulus. Jadikan setiap interaksi sebagai ladang pahala. Sebagaimana sabda Rasulullah: "Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat." dari Abu Hurairah ra. .

Kini saya mengerti, saat kita dimanfaatkan orang lain, sebenarnya kemampuan dan rezeki kita sedang diuji untuk dibagi kembali. Insya Allah, semakin banyak kita bermanfaat bagi sesama, semakin pula kita meraih keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup.

Muhammad Nur Hidayah

Penulis yang bernama Muhammad Nur Hidayah ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pranata Humas dan Agen Perubahan Kemenag Kt Malang.