Di sebuah perbatasan kota Baghdad, hidup seorang peminta-minta yang terbiasa menggantungkan harapannya pada kebaikan hati orang-orang yang berlalu. Suatu hari, ia mendatangi rumah seorang saudagar kaya dan memohon bantuan. Sang saudagar, dengan nada ringan namun sedikit enggan, berkata, “Datanglah nanti siang, akan kuberikan apa yang kau minta.”
Peminta itu pun melangkah pergi dengan hati penuh harap. Ia menunggu siang datang, namun ketika waktu itu tiba, sang saudagar justru sibuk dan tak menunaikan janjinya. Ia merasa urusannya lebih penting daripada menanggapi seorang pengemis jalanan.
Dalam perjalanan pulang, dengan langkah lunglai, si peminta bertemu dengan seorang pria Nasrani. Tanpa banyak kata, ia pun meminta bantuan yang sama. Tanpa pikir panjang, pria Nasrani itu langsung mengulurkan tangan, memberinya sedekah sesuai permintaan. Tak ada tawar-menawar, tak ada syarat.
Malam harinya, sang saudagar kaya bermimpi. Dalam mimpi itu, ia melihat dua istana yang sangat indah, berdiri megah di taman-taman surga. Ketika ia hendak memasukinya, terdengar suara berkata, “Istana-istana ini sebelumnya milikmu, namun kini telah dipindahkan.”
“Kenapa?” tanya sang saudagar dalam mimpinya.
“Karena engkau menolak bersedekah. Istana ini kini menjadi milik orang yang menggantikanmu dalam kebaikan itu,” jawab suara itu.
Saudagar itu terbangun dengan keringat dingin. Dengan hati gelisah, ia mencari pria Nasrani yang telah menggantikan perannya dalam bersedekah. Ketika bertemu, ia berkata, “Aku akan mengganti sedekahmu dua kali lipat, bahkan lebih, kembalikanlah pahala itu padaku.”
Namun si Nasrani tersenyum dan menjawab, “Aku tak menjual niat baikku. Apa yang kuberikan kemarin adalah dari hatiku. Jika itu membawa ganjaran dari Tuhan, maka biarlah itu menjadi milikku.”
Beberapa hari kemudian, pria Nasrani itu datang kepada seorang ulama dan mengucap dua kalimat syahadat. Ia mengaku tersentuh oleh apa yang dialaminya dan yakin bahwa hanya Islam yang mampu menggerakkan hati manusia dengan begitu lembut namun dalam.
Hikmah
Kisah ini menjadi pengingat bahwa keikhlasan dalam amal, sekecil apapun, tak pernah sia-sia. Kadang, satu tindakan sederhana bisa menjadi jembatan menuju hidayah, bahkan mengubah takdir seseorang.
Dan sebaliknya, menunda kebaikan bisa jadi berarti kehilangan karunia besar yang tak pernah kita sangka. Maka jangan menunggu untuk berbuat baik. Mungkin di sanalah letak ridha dan rahmat Allah yang sedang menanti.
**Terinspirasi dari Cerita Gus Shampton pada Halal Bihalal MAN 2 Kota Malang