Hukum Pernikahan Bila Salah Satu Pasangan Masuk Islam

TANYA: Saya seorang wanita muslim, sebelum ini saya dan suami beragama Kristen, kemudian saya memutuskan masuk Islam sementara suami tetap di agama Kristen. Bagaimana status pernikahan saya? Haruskah bercerai? Dimanakah perceraian bisa diurus? Pengadilan agama atau pengadilan negeri?

Sari +8571694xxxx

JAWAB: Pernikahan sesama non muslim asli, bukan orang yang murtad hukumnya sah. Hukum sah ini didasarkan pada hadits tentang Ghailan. Sebelum masuk Islam, Ghailan memiliki sepuluh orang istri. Setelah memeluk Islam, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkannya untuk menceraikan enam di antaranya dan mempertahankan empat lainnya. Menariknya, Nabi tidak menyuruh Ghailan untuk memperbarui akad nikah dengan keempat istrinya yang dipertahankan tersebut.

Kasus Ghailan ini menjadi dasar hukum bahwa pernikahan sesama orang yang asli non muslim dihukumi sah. Seandainya kemudian suami isteri itu masuk Islam keduanya tidak perlu mengulang nikah setelah menjadi muslim. Bila mereka masuk Islam bersamaan maka tak perlu memperbarui nikah mereka, sehingga nasab anak mereka tetap pada ayahnya.

Para ulama bersepakat bahwa suami isteri kafir lalu masuk Islam secara bersama dalam satu waktu maka pernikahannya sah selama tidak ada hubungan nasab (keturunan) atau sepersusuan atau kasus pernikahan yang dilarang.

Pada era Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam sejumlah orang masuk Islam beserta isteri-isteri mereka dan mereka meneruskan pernikahan mereka. Ini menunjukkan pernikahan mereka dihukumi sah.

Bagaimana apabila ada suami istri yang kemudian salah satu masuk Islam sementara yang lain masih beragama sebelumnya dan telah terjadi hubungan badan, maka pada saat salah satu masuk Islam, sang suami tidak lagi boleh melakukan hubungan badan dengan istrinya serta status pernikahannya menjadi terputus dan menggantung selama masa iddah.

Masa iddah atau masa tunggu dari pasangan suami isteri yang salah satunya masuk Islam ini tidak berbeda dengan iddah wanita yang ditalak. Bila si istri atau si suami menyusul masuk Islam sebelum masa iddah selesai maka status pernikahannya tidak batal dan tidak perlu diulang. Hal ini sebagaimana pendapat ulama yang menafsirkan hadits mengenai Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan suaminya Abu Al-Ash bin Rabi’ bahwa masa iddah Zainab belum berakhir ketika ia dikembalikan kepada suaminya setelah suaminya masuk Islam.

Tetapi bila salah satunya baru menyusul masuk Islam setelah masa iddah selesai maka ikatan pernikahan telah putus dan untuk melanjutkan hubungan pernikahan harus dilakukan pernikahan ulang.

Kesimpulannya, bila secara fikih seseorang itu pernikahannya telah dianggap batal, maka suami isteri harus meresmikan perceraiannya dihadapan negara agar tidak ada dualisme hukum dalam dirinya.

Dalam kasus anda, dimana suami tidak berkenan untuk masuk Islam, maka secara fikih sudah terceraikan saat masa iddah habis. Kemudian bila pernikahan sebelumnya dicatatkan di catatan sipil, maka pengadilan yang mewilayahi adalah Pengadilan Negeri untuk urusan perceraiannya. Meski sudah masuk Islam pengurusan perceraian tidak didasarkan pada agama tetapi didasarkan pada pencatatan pernikahan. Bila dicatatkan di KUA maka perceraiannya di Pengadilan Agama, tetapi bila pernikahan dicatatkan di Catatan Sipil maka perceraian hanya bisa dilakukan di Pengadilan Negeri. Semoga dipahami, Wallahu a’lam. (*)

Oleh: Gus Achmad Shampton Masduqie Kepala Kemenag Kota Malang

Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada Jum'at 16 Mei 2025

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.