Saya tidak pernah berharap mendapat penghargaan dari kegemaran menulis. Menulis adalah kegemaran kedua setelah membaca koran. Sejak SMP di SMPN 1 Kota Malang, saya gunakan biaya transportasi dari orang tua untuk membeli koran dan saya pulang pergi dengan jalan kaki.
Usai dari SMP, di Pesantren Lirboyo saya adalah pembaca aktif majalah dinding al-Hidayah yang pernah menjadi juara majalah dinding nasional tingkat SMA hingga kemudian menghantarkan saya menjadi pengurus majalah dinding itu. Dari sini kemudian saya dikirim untuk mengikuti diklat penulisan jurnalistik pesantren selama seminggu bersama para jurnalis nasional dari media massa Tempo, Gatra dan beberapa koran nasional lain.
Rasulullah sendiri adalah sosok penggemar literasi, meski beliau tidak membaca dan menulis, tetapi beliau mempunyai kelebihan hafalan diluar rata-rata yang mampu mengingat semua yang ia lihat dan dengar meski sekali. Namun beliau sangat mengerti bahwa hal itu tidak mungkin terjadi pada ummatnya, karenanya beliau memerintahkan untuk menulis dan membaca. Salah satu buktinya adalah upaya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat beberapa juru tulis dari para sahabatnya untuk menulis wahyu yang diturunkan kepadanya, diantara mereka adalah ; al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang empat ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ), Abban bin Sa’id bin al-‘Ash, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Muadz bin Jabal, Arqam bin Abi al-Arqam, Muawiyah bin Sufyan, Muhammad bin Maslamah, Mughirah bin Syu’bah, Tsabit bin Qais, Handhalah bin ar-Rabi’, Khalid bin Sa’id bin al Ash, az-Zubair bin al-‘Awwam, radhiyallahu 'anhum.
Menulis adalah gaya hidup bagi para ulama, hingga Imam asy-Syafi’i menulis di dalam salah satu syairnya :
العِلمُ صَيدٌ والكِتابةُ قَيدُهُ قَيِّدْ صيودكَ بالحِبالِ الواثِقَة
فَمِن الحَماقَةِ أَنْ تَصيدَ غَزالَةً وتَترُكها بَينَ الخَلائقِ طالِقةَ
“ Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan tulisan adalah tali untuk mengikatnya...maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat.
Dan merupakan kebodohan jika anda sudah mendapatkan kijang sebagai binatang buruan kemudian anda membiarkannya bebas lari diantara makhluq-makhluq lainnya. “
Imam asy-Syu’bi juga menegaskan berkata :
إذا سمعت شيئا فأكتبه ولو في الحائط
“ Jika aku mendengar sesuatu, maka aku tulis walaupun di tembok “
Salah seorang teman kyai menceritakan bahwa ia menulis ilmu yang dimilikinya untuk kenang-kenangan bagi anak turun bahwa ia meninggalkan ilmu yang mungkin belum sempat dipelajari anak-anak turunnya. "warisan ilmu lebih kerren daripada warisan harta benda" sebutnya. Pernyataannya ini membuat saya menulis semua pengalaman saya menjadi petugas haji 2024 kemarin dan menjadikan kumpulan tulisan itu sebagai oleh-oleh haji.
Itulah kenapa saat saya menjadi Kepala Kantor saya bercita-cita punya jurnal sendiri untuk media kawan-kawan guru, penghulu, penyuluh, pengawas dan seluruh ASN untuk mau menuliskan ilmunya atau sekedar strateginya dalam bekerja. Saya juga berupaya menumbuhkan hasrat para anak-anak madrasah gemar membaca dengan mengadakan lomba membaca kitab turats yang menjadi sumber ilmu utama di dunia Islam. Mendorong para penyuluh untuk mau menulis dengan mengadakan bulan literasi bagi penyuluh sepanjang bulan ramadan. Dua kali peringatan HAB Kemenag, juga diwarnai oleh lomba menulis artikel.
Saat penghargaan Anugerah Literasi oleh Ikatan Guru Penggerak Literasi Nasional/IGINOS, saya didekati oleh tiga guru MIN 1 Kota Malang, sungguh bangga dan senang saya tiada terkira, karena meski mereka terlambat untuk mengirim naskah hingga tidak bisa dinilai dan tidak mendapat penghargaan, saya mensyukurinya karena mulai muncul dikalangan Madrasah di Kota Malang guru-guru yang mau menjadi penggerak literasi dikala dari 208 negara, Indonesia hanya menempati posisi ke-100 dengan literasi mencapai 95,44%. Posisi ini masih kalah dibanding negara Asia Tenggara lain, Filipina di posisi ke-88 dengan 96,62%, Brunei di posisi 86 dengan 96,66%, dan Singapura di posisi 84 dengan 96,77%. Selamat untuk ibu Dr. Dyah Istami Suharti yang sejak lama menjadi penggerak di IGINOS, ibu Idha Fitriani, M.Pd, Ibu Indah Kurniawati, M.Pd, ibu Rahmawati M.Pd, teruslah menjadi motor penggerak literasi. Salam Literasi