TANYA: Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya mendapat aduan dari kawan (Karto) yang bercerita bahwa suami adiknya (Maria) menyatakan kepada kawan saya Karto bahwa dia telah mentalak tiga isterinya yang juga adik Karto. Sementara itu saat di konfirmasi, Maria ternyata tidak tahu bahwa ia ditalak. Mohon petunjuk, kira-kira hal yang seperti ini talaknya jatuh ataukah tidak? Terima kasih.
Ali Shodiq +62 812-7375-xxxx
JAWAB: Talak atau perceraian merupakan salah satu istilah hukum yang berkaitan dengan pernikahan. Talak yang dijatuhkan menyebabkan lepasnya ikatan perkawinan antara suami-istri. Talak bisa terjadi baik karena ungkapan talak sang suami, ungkapan tak disadarinya, maupun karena gugatan sang istri melalui meja pengadilan.
Talak merupakan jalan akhir dari sebuah perjanjian mengikatkan diri dalam sebuah pernikahan. Meskipun talak itu diperkenankan secara syariat, tetapi bukan berarti bisa dijatuhkan dengan seenaknya sendiri. Hubungan suami isteri merupakan salah satu hubungan antar manusia yang tidak lepas dari hisab atau perhitungan amal. Hal ini harus benar-benar disadari karena dalam Islam tidak dikenal perbudakan.
Pernikahan adalah kesalingan antara suami isteri yang masing-masing mempunyai hak dan tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan didepan Allah. Karenanya selama perkawinan masih bisa dipertahankan, seharusnya talak dihindari. Karena, tak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian, baik bagi keluarga, anak-anak, maupun masyarakat secara umum. Hanya saja, jika mahligai rumah tangga sudah tak mungkin dipertahankan, jalan damai antara suami-istri sudah mengalami kebuntuan, kerugian keduanya atau salah satunya diperkirakan akan lebih besar, maka jalan terakhir adalah talak atau perceraian.
Dalam tinjauan fikih talak tidak menuntut seorang suami harus mengucapkannya di depan isteri. Talak jatuh bila suami dalam keadaan sehat dan sadar saat mengucapkannya. Saat mengucapkan, suami tidak sedang gila, dungu (maaf: keterbelakangan mental), dipaksa atau mengigau.
Suami memang mempunyai hak yang seolah-olah tidak memberi ruang keadilan bagi isteri untuk menjatuhkan talaknya pada isteri. Tetapi yang perlu dipahami, semakin besar hak yang dimiliki seseorang semakin besar pula tanggung jawab yang ia emban didepan Allah. Kesewenang-wenangan yang dilakukan suami kepada isteri tentu saja harus dipertangungjawabkan di akhirat nanti.
Sebagaimana ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU 7/1989 menerangkan bahwa seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak. Ketentuan talak dalam hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Terkait ini, Pasal 129 KHI menerangkan bahwa seorang suami yang menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Berdasarkan pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa syarat jatuhnya talak harus dilakukan oleh suami dan akan diakui secara hukum negara saat dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Lalu, bagaimana jika talak di luar pengadilan? Jika ditinjau dari aspek hukum formal, talak yang dijatuhkan di luar Pengadilan sebatas sah dalam hukum agama saja. Namun, tidak sah di mata hukum; baru akan sah jika dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama. Tentu seorang lelaki atau suami yang bertanggungjawab dan memahami risiko pertanggungjawaban didepan Allah yang berat tidak akan melakukan hal yang merugikan isteri. Dengan demikian menegaskan jawaban terhadap pertanyaan anda, talak yang diikrarkan di depan keluarga isteri tetap jatuh secara agama. Tetapi tidak dapat diakui di depan hukum positif. Wallahu a’lam. (*)
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 18 Oktober 2024