Strategi Memulyakan Bumi Allah yang Terbaik

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada yang benar) dan berilah kabar gembira dan minta tolonglah dengan Al Ghadwah (berangkat di awal pagi) dan ar-ruhah (berangkat setelah zhuhur) dan sesuatu dari ad-duljah (berangkat di waktu malam) “Hadits riwayat Bukhari.

Beragama itu harus menyenangkan dan terasa mudah tidak membebani. Itulah salah satu prinsip yang harus dipegangi utamanya bagi jamaah haji. Banyak dan sangat banyak cara untuk qurbah/ mendekat kepada Allah. Banyaknya jamaah haji yang untuk negara kita Indonesia saja ditambah 20 ribu orang, membuat masjidil haram selalu padat dan tentu membuat ibadah di Masjidil Haram menjadi kurang nyaman. Beberapa jamaah yang sudah pernah haji menyatakan suasana haji tahun ini tidak seperti haji tahun-tahun lalu yang bisa jenak bertawaf, i’tikaf bahkan tiduran di Masjid. Pada 2008 saat jamaah haji tidak ada yang mendapatkan penginapan di sekitar Masjidil Haram. Minimal 10-15 kilo meter, banyak jamaah haji yang kemudian memutuskan untuk tidur di Masjidil Haram dan tidak pulang karena jarak yang sangat jauh. Namun sekarang ini, jangankan tidur, duduk sejenak saja sudah diminta pindah karena padatnya jamaah yang ingin masuk Masjidil Haram. Tapi seorang muslim harus cerdas dalam mensiasati optimalisasi ibadah. Karena yang harus kita sadari adalah

banyak cara dalam beribadah, untuk mengoptimalkan keberadaan kita di Tanah Suci Makkah al-Mukarromah. Habib Muhamad Bin Abdulllah al-Haddar dalam kitab Hajj Mabrur wa Sa’yan Masykur halaman 130 di nyatakan bahwa sebaik-baik ibadah bagi orang asing di Makkah adalah memperbanyak thawaf. Tujuh kali thawaf sebanding dengan umrah dan tiga kali umrah sebanding dengan haji dan setiap kebaikan di Makkah Mukarromah mendapat balasan 100 ribu kebaikan, menyembelih qurban di Makkah sebanding dengan 1000 qurban dan begitu juga amal shalih. Ketika saya menjelaskan ini, saya mendapat protes dari salah satu jamaah yang menyatakan bahwa untuk thawaf di pelataran ka’bah sekarang ini harus menggunakan pakaian ihram, apakah tidak menipu hanya berpakaian ihram tetapi tidak niat ihram haji. Apakah tidak menipu memakai pakaian ihram tetapi tidak ihram? Kalau tidak berkenan mensiasati mengunakan pakaian ihram, jamaah masih bisa menggunakan lantai dua untuk thawaf. apakah tidak lebih jauh, tentu saja lebih jauh, tapi jamaah bisa thawaf dengan berjalan pelan-pelan sekuatnya. Dan semakin jauh tentu pahala bertambah. Atau mencari strategi lain untuk beribadah. Rasulullah dalam riwayat Ahmad menjelaskan kunci mabrur adalah memberi makan dan berkata yang baik. Maka ini juga strategi menambah amal shalih yang berlipat ganda di tanah suci

Tahun 2003 saat NU dan Muhammadiyah mengadakan umrah bersama dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan Indonesia, saya ikut di dalamnya. Dalam kesempatan bincang bincang pasca doa bersama di ruang makan hotel Daar Tauhid, ada salah satu rombongan yang nyeletuk, “orang Indonesia ini disukai oleh orang Arab Saudi karena mudah ditipu dengan harga mahal saat bertransaksi jual beli ” Gus Mus , yang kebetulan semeja, langsung menyanggah ; “Tidak bisa, mereka ingin menipu tapi sesungguhnya tertipu, karena orang yang tertipu dalam bertransaksi sesungguhnya dia melaku kan shadaqah sirri (shadaqah tanpa terasa/tidak nampak) yang pahalanya lebih banyak daripada shadaqah jahr (nampak memang bersedekah). Maka jamaah haji Indonesia tidak perlu merasa tertipu, tapi bersuka citalah saat terjadi seperti itu karena ternyata mendapat pahala yang berlipat ganda dari shadaqah sirri itu. Sungguh banyak jalan untuk memulyakan tanah Makkah yang disebut Nabi, “Wallahi innaki la khairu ardli LLah wa uhibbu ardli LLaahi ilaLLah, walaula anni ukhrijtu minka ma kharajtu” demi Allah engkau wahai Makkah adalah sebaik buminya Allah, saya mencintai bumi Allah untuk mendapat ridlaNya. Andai saya tidak dikeluarkan dari Makkah maka saya tidak akan keluar. Wallahu a’lam. (*)

​​​​​​​Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 8 juni 2024

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.