PROFIL AREA PELAYANAN PUBLIK Ujian Kepercayaan Masyarakat

Mungkin kita sering berpikir, apa ukuran paling nyata dari reformasi birokrasi ? Tentu bukanlah rapat yang panjang atau dokumen yang tebal. Tapi meja pelayanan. Di sanalah masyarakat bersentuhan langsung dengan negara.

Kementerian Agama Kota Malang tampaknya paham betul soal itu. Mereka menaruh perhatian serius pada area pelayanan publik dalam Zona Integritas. Tidak ada lagi ruang abu-abu. CCTV dipasang, papan anti-gratifikasi berdiri, prosedur dipotong agar lebih ringkas. Semua dirancang agar warga tidak merasa “kecil” ketika masuk kantor pemerintah.

Seorang penghulu yang memakai papan bertuliskan “Layanan Kami Gratis”. Ini terlihat sederhana. Tapi pesan itu lebih kuat dari seribu seminar. Itu artinya: pelayanan publik bukan lagi lahan mencari tambahan, tapi benar-benar pengabdian.

Di Kemenag Kota Malang, pelayanan publik sekarang dilihat seperti etalase sebuah toko. Kalau etalasenya bersih, terang, dan jujur, orang percaya kualitas isi di dalamnya. Kalau kotor dan berdebu, sehebat apa pun isinya, orang sudah malas lebih dulu.

Zona Integritas itu memang jargon besar. Tapi ketika dipraktikkan dalam pelayanan publik, ia jadi hal kecil yang sangat konkret: senyum petugas, keterbukaan biaya, kepastian waktu, dan perlakuan yang sama untuk semua orang. Itu jauh lebih membekas di hati masyarakat daripada slogan-slogan di spanduk.

Begitu pula dalam layanan haji. Kemenag Kota Malang mencoba menjadikan area pelayanan haji sebagai wajah Zona Integritas. Orang yang datang ke sana bukan sekadar warga biasa. Mereka adalah calon tamu Allah, dengan hati yang bergetar karena hendak menunaikan rukun Islam kelima. Maka pelayanan yang diberikan pun harus berbeda: bukan sekadar administrasi, tapi juga penghormatan.

Langkah kecil yang mereka lakukan antara lain, informasi biaya dipasang jelas. Mekanisme antrean diperpendek. Petugas diwajibkan melayani dengan senyum, tapi bukan senyum basa-basi. Semua transparan, semua bisa dipertanggungjawabkan.

Itu penting. Karena urusan haji sering jadi sorotan: soal kuota, soal biaya, soal fasilitas. Di titik inilah akuntabilitas diuji. Kalau ada pungutan yang tidak semestinya, sekali saja, habislah kepercayaan itu.

Maka pelayanan publik dalam haji bukan hanya soal paspor, visa, dan kursi pesawat. Ia adalah soal martabat birokrasi. Jika Kemenag Kota Malang berhasil menjaga integritas di sini, artinya mereka sudah berhasil membangun benteng terkuat dari Zona Integritas: kepercayaan jamaah.

Dalam Zona Integritas, pelayanan publik ibarat jendela besar yang dibuka lebar-lebar. Dari sana rakyat kecil bisa melihat bahwa negara hadir, bukan dengan kekakuan, tetapi dengan ketulusan. Setiap antrean bukan lagi deretan orang yang bosan, melainkan barisan harapan yang menunggu senyum tulus dari petugas.

Bayangkan seorang ibu yang datang dengan anaknya yang rewel, seorang ayah yang cuti kerja demi mengurus dokumen, atau seorang kakek yang susah berjalan tapi tetap datang demi selembar surat. Mereka semua menaruh percaya, bahwa di balik meja pelayanan itu, ada hati yang mengerti.

Pelayanan publik yang berintegritas bukan tentang cepatnya stempel ditekan atau berapa menit satu berkas selesai. Lebih dari itu, ia adalah perasaan: perasaan warga bahwa mereka dihormati, dibantu, dan tidak dipersulit.

Itulah sebabnya, di area pelayanan publik, Zona Integritas menemukan maknanya yang paling nyata. Karena di sana, negara benar-benar bersentuhan dengan rakyat—dan di sana pula martabat birokrasi diuji. (febri_ants)

Muhammad Nur Hidayah

Penulis yang bernama Muhammad Nur Hidayah ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pranata Humas dan Agen Perubahan Kemenag Kt Malang.