Assalamualaikum, wr.wb. saudara saya akan menikah dengan warga negara asing (Rumania) dan saya menemui kesulitan dalam peraturan menteri agama 20 tahun 2019 dituliskan salah satu syarat menikah dengan wna adalah izin menikah dari kedutaan besar, tetapi kedutaan besar Rumania hanya melegalisasi surat pernyataan jejaka dari yang bersangkutan dan ini ditolak oleh kua dengan alasan tidak ada tulisan izin.
seseorang, 0815579XXXX
Waalaikumussalam.
Penyelenggara pemerintahan memainkan peranan sentral dalam melakukan penafsiran undang-undang, agar undang-undang dapat dijalankan sebagaimana mestinya dan untuk menjalankan tugas-tugas administrasi. Penyelenggara pemerintahan harus mengerti maksud pembentuk undang-undang, menangkap motif atau niatan (intens) pembentuk undang-undang atau menemukan kembali maksud dan tujuan yang aktual juga historis dari pembentuk undang-undang serta menghasilkan makna baru yang progresif.
Dalam hal permasalahan anda, pada pasal 27 (1) dijelaskan bahwa Persyaratan pernikahan campuran bagi warga negara asing, salah satunya meliputi izin kedutaan perwakilan dari negara yang bersangkutan. Saya mencoba mendiskusikannya dengan seorang pakar hukum tentang hal ini, apakah bisa maksud izin itu sekedar bermakna atas legalisasi pernyataan jejaka? Pakar tersebut memberikan jawaban bahwa; jika dilihat dari case ini, sepertinya harus dimintakan ulang ke kedutaan romania tentang izin nikahnya. karena legalisasi surat pernyataan jejaka itu pada dasarnya berbeda dengan surat izin menikah. hati hati juga dalam melakukan translate, mungkin dari Kedutaan Rumania salah menafsirkan tentang permohonan izin menikah.
Sistem norma itu sendiri sebenarnya tetap terbuka untuk ditafsirkan, bila kita kembalikan kepada maksud izin itu mungkin negara dimaksud melarang poligami, tentu pernyataan yang bersangkutan yang dilegalisasi oleh Kedutaan Besar Rumania sudah mencukupi. Tetapi izin pernikahan yang diminta juga memungkinkan dimaksudkan hal lain. Seperti apakah yang bersangkutan punya masalah hukum di negerinya sehingga dia seharusnya tidak boleh menikah dengan warga negara lain yang memungkinkan ia “lari” dari negaranya untuk melepaskan jeratan hukum. Atau terdapat hal lain yang menyebabkan izin menikah itu benar-benar dibutuhkan oleh Pemerintah Indonesia agar tidak disalahkan dalam hal melegalisasi pernikahan warganya dengan warga negara lain.
Untuk itu berdasar pertimbangan-pertimbangan diatas, dalam kasus ini, pemaknaan izin menikah yang oleh kepala KUA diartikan secara letterlijk harus memuat kalimat izin menikah tidak bisa disalahkan karena teks kalimat dalam Peraturan Menteri Agama tersebut secara jelas menyebut persyaratan adanya izin menikah dari Kedutaan Besar.
Dalam hal ada kepala KUA yang kemudian menerima surat pernyataan jejaka atau belum menikah dengan menafsirkan izin menikah itu berarti ia tidak dalam ikatan pernikahan yang menghalangi adanya pernikahan juga ditidak bisa disalahkan. Hanya saja untuk dipahami bersama bahwa Indonesia tidak melarang adanya poligami, hingga dalam persyaratan pernikahan campuran juga disebutkan dalam hal terjadinya poligami harus ada izin dari pengadilan setempat atau diurus di pengadilan agama di Indonesia. Dengan melihat pertimbangan ini, penafsiran izin menikah sebagai makna “hanya pemberitahuan ia tidak dalam ikatan pernikahan menjadi lemah”. Wallahu A’lam, moga dipahami.
Tadarus atau Tanya Dan Respon Untuk maSyarakat ini sudah pernah dimuat dalam rubrik tadarus di Malangposcomedia