Pangdam dan Sheikh Damiry yang Merugikan Jemaah Haji

Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 12 Juni 2024

Coba pikirkan, adakah panitia shalat, panitia puasa? Kenapa hanya ada panitia zakat, sha­daqah dan panitia haji saja? Bisakah kita menduganya? Kenapa masjid-masjid yang sekarang mulai ramai, adalah masjid yang menyediakan konsumsi? ATM beras atau yang lainnya? Travel biro haji yang bermunculan dan mulai menjamur hampir bersaing dengan ramainya lembaga zakat baru.

Sejak awal jemaah haji In­donesia di edukasi untuk mengambil cara haji Tamattu’. Kare­nanya hampir seluruh jemaah haji dari Indonesia menjalankan haji tamattu’ atau menjalankan umrah terlebih dahulu setelah sampai di Tanah Suci, lalu mereka bebas untuk melakukan sesuatu termasuk berpakaian biasa, sam­pai pada saat mau berangkat ke Arafah untuk Wukuf, mereka baru memakai kain ihram kembali dengan niat haji dari hotel. Nah, mereka yang melakukan haji seperti itu disebut dengan Tamattu’ dan mereka dikenai denda, yakni menyembelih seekor kambing karena tidak niat ihram dari miqat haji yang sudah ditentukan.

Biasanya akan banyak orang yang menawarkan untuk membe­likan kambing secara rombongan dan dihargai dengan harga yang cukup murah. Dan sebagaimana umumnya masyarakat Indonesia, kalau ada yang lebih murah, ten­tunya mereka akan lebih memilih yang murah. Apalagi terkadang ada yang menjanjikan bonus tour ke Jeddah atau Thaif.

Orang-orang yang hobi menawarkan pembayaran dam dengan harga murah ini rata-rata bukan orang lain, umumnya orang Indonesia sendiri. Bahkan ada yang setiap musim haji secara khusus datang ke Tanah Suci untuk mengurusi bisnis dam. Biasanya mereka ini dalam kelakar disebut Panglima Dam atau Sheikh ad-Damiri, karena sibuk mengurusi Damnya Rakyat Indonesia. Beberapa modus operandi yang dilakukan adalah menyediakan kambing yang tidak memenuhi syarat, atau dinampakkan penyembelihan beberapa kambing dihadapan jemaah, tetapi saat jemaah pulang, sisanya tidak disembelih. Atau disembelih be­berapa bulan kemudian saat harga kambing menjadi sangat murah. Atau disembelihkan kambing yang tidak memenuhi syarat seperti kambing yang cacat, masih kecil dan lain sebagainya. Entah berkelakar atau memang kejadian nyata, dalam rapat para pembimbing ibadah diceritakan bahwa ada seseorang yang saat naza’ atau sekarat mati dia mengembik terus seperti kambing. Usut punya usut orang ini suka berbisnis Dam dan ada beberapa dam milik jemaah haji belum ia bayarkan terlanjut maut menjemputnya.

Pemerintah Saudi Arabia dalam hal dam ini merekomendasikan dua Rumah Potong Hewan yaitu Adzohi dam Uqaisiyah. Karena keduanya mempunyai tim pengawas syariat yang bisa memastikan hewan yang disembelih benar-benar memenuhi syarat secara syariat. Sebenarnya di Mekkah ada 5 rumah potong hewan yang direkomendasikan Pemerin­tah Arab Saudia, dan itu tidak lagi memasukkan RPH Kakkiah yang memang tidak lagi direkomendasi­kan sejak 2010, karena tidak punya tim pengawas syariah. Namun saat musim haji ini, banyak pedagang hewan liar yang berdagang di sana untuk memanfaatkan jemaah yang tidak tahu.

Menghadapi hal ini, Daerah Kerja Makkah meminta seluruh petugas menyalurkan dam nusuknya ke­pada RPH yang sudah melakukan MOU dengan Pemerintah Indone­sia yang bekerja sama dengan BA­ZNAS untuk kemudian daging yang sudah dipotong dibagikan ke rakyat Indonesia yang membutuhkan.

Mayoritas jemaah haji yang biasanya lebih banyak bergantung kepada KBIHU juga dihimbau untuk membayar dam tersebut melalui orang-orang yang terpercaya atau melalui RPH yang sama dengan para petugas sehingga dapat dipertang­gungjawabkan keamanahannya.

Panglima Dam atau Sheikh Addamiri ini memang terus bergerilya ke jemaah-jemaah untuk menawarkan paket dam. Rasionalnya saja, kalau di Indone­sia harga kambing satu dikisaran 2,5 hingga 3 juta, bila dikurskan ke riyal dengan perhitungan 1 riyal sama dengan 4300, maka sama dengan kira-kira 600 riyal lebih. Bagaimana mungkin para pang­dam dan sheikh addamiri berani menawarkan Dam dengan harga 250 riyal yang bila dikurskan rupiah hanya satu jutaan? Masih dengan bonus nglencer?

Suatu hari saya bertemu dengan seorang mukimin, iseng-iseng saya bertanya kepadanya, tentang dam ini, apakah memang dibelikan kambing yang memenuhi syarat, disembelih dan ditasarufkan dagingnya ke fakir miskin Mekkah? Ia tersenyum, kemudian bercerita bahwa ada diantara mereka yang menjual kambing untuk dam, me­nyembelihkan kambing itu untuk dam tapi dagingnya mereka jual kembali. Ia berkata; “Kalau tidak begini susah bagi para mukimin mengirim uang ke tanah air.”

Para panglima dam atau sheikh addamiri tentu meresahkan je­maah, mereka menjadi was-was saat akan membayarkan dam. Tapi tentu tidak semuanya tidak amanah. Ada juga yang memban­tu jemaah hanya untuk meraih laba akhirat. Tapi para petugas haji baru saja menangkap orang yang ternyata pekerjaannya se­tiap musim haji pergi ke Mekkah untuk berbisnis Dam. Ibadah yang bisa dibisniskan memang menggiurkan. Wallahu a’lam. (*)

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.