Kota Malang -- Suasana haru dan penuh makna menyelimuti acara Muwadda’ah (pelepasan) 108 santri Ma’had Darul Hikmah MAN 1 Kota Malang, Sabtu malam (3/5). Bertempat di lapangan indoor madrasah, kegiatan berlangsung khidmat dengan balutan nuansa kekeluargaan.
Hadirin Lengkap, Suasana Penuh Kebanggaan
Acara dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang, Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam Dr. Febrian Taufiq Sholeh, M.Pd.I yang juga hadir sebagai wali santri, Kepala MAN 1 Kota Malang beserta jajaran guru dan tenaga kependidikan, Ketua Komite, para pembina Ma’had, wali santri, serta para tamu undangan.
Apresiasi dan Rasa Syukur dari Wali Santri
Dalam sambutannya, Dr. Febrian menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh civitas akademika MAN 1 Kota Malang. “Sebagai wali santri, saya sangat bersyukur anak kami mendapat pembinaan luar biasa di Ma’had ini. Tidak hanya ilmu, tapi juga karakter dan akhlak,” ujarnya.
Pesan Perjuangan untuk Para Santri
Ia berpesan agar para santri tidak merasa perjuangannya selesai setelah diwisuda. “Perjalanan kalian baru dimulai. Jadilah seperti pasukan terbaik dalam sejarah Islam—yang menyebarkan Islam dengan damai dan keteladanan,” pesannya, mengutip hadits Nabi Muhammad SAW tentang pembebasan Konstantinopel.
Permohonan Maaf dan Harapan untuk Para Ustadz
Ia juga mewakili para wali santri untuk menyampaikan permohonan maaf. “Jika selama mondok anak-anak kami pernah menimbulkan kesalahan, semoga itu menjadi wasilah bagi para ustaz dan ustazah untuk mendapatkan ridha Allah.”
Makna Pendidikan Menurut Kepala Kemenag Kota Malang
Sementara itu, Kepala Kantor Kemenag Kota Malang menyampaikan pesan mendalam tentang makna pendidikan. Beliau menegaskan bahwa hubungan guru dan murid tidak boleh terputus setelah kelulusan.
Ilmu Harus Diiringi Ketakwaan
“Murid punya ikatan batin dengan gurunya. Ilmu tidak cukup dihantarkan dengan logika, tapi juga harus diiringi dengan ketakwaan,” ujarnya.
Guru dan Murid: Tugas dan Syarat yang Saling Menguatkan
Mengutip Imam Al-Ghazali, Beliau menyebut guru ideal adalah yang memiliki kesabaran, tawadhu, dan akhlak mulia. Sedangkan murid harus memiliki akal, adab, dan kesiapan menerima ilmu. “Adab itu sopan santun yang lahir dari kebiasaan, berbeda dengan akhlak yang bersumber dari iman,” jelasnya.
Inspirasi dari Budaya Jepang
Dalam pidatonya, Beliau juga mengangkat inspirasi dari budaya Jepang yang menjunjung kebersihan. “Di sekolah-sekolah Jepang, siswa membersihkan kelas tanpa petugas kebersihan. Kita punya prinsip 'kebersihan sebagian dari iman'— jangan hanya jadi slogan, tapi harus menjadi kebiasaan.”
Doa dan Cinta untuk Murid-Murid
Menutup sambutannya, Beliau memberikan pesan menyentuh kepada seluruh pendidik. “Jangan pernah lupakan doa untuk murid-murid kita. Ridha Allah itu ada pada ridha guru. Maka pandanglah murid dengan cinta, karena mereka adalah titipan Allah.”
Akhir Perjalanan Ma’had, Awal Kiprah Dakwah
Acara Muwadda’ah ini menjadi penanda akhir masa belajar para santri di Ma’had Darul Hikmah sekaligus awal dari perjalanan mereka menapaki medan dakwah dan kehidupan di tengah masyarakat. Humas