Kisah Inspiratif
Dari Pelosok Ke Puncak Prestasi
Oleh: Sukirman*)
Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan, hidup seorang pemuda bernama Kirno. Ia adalah guru honorer di sekolah kecil yang nyaris terlupakan. Bangunan sekolah itu sederhana, hanya beratap seng dan berdinding kayu yang mulai lapuk. Buku pelajaran sangat terbatas, dan papan tulisnya penuh goresan yang sulit dihapus. Namun, kondisi ini tidak menyurutkan semangat Kirno untuk mengajar.
Setiap pagi, Kirno berjalan sejauh Tujuh kilometer melewati jalan berbatu dan menyeberangi sungai demi sampai ke sekolah. Murid-muridnya, yang sebagian besar anak petani, datang dengan senyum polos meski hanya mengenakan seragam lusuh. “Mereka adalah masa depan,” pikir Kirno. Ia mengajarkan lebih dari sekadar membaca, menulis, dan berhitung. Ia menanamkan mimpi kepada murid-muridnya, bahwa mereka bisa meraih apa saja jika mau berusaha.
Kirno sering menggunakan barang-barang sederhana sebagai alat peraga. Dengan kreatif, ia membuat peta dunia dari karung bekas dan menciptakan alat hitung dari biji-bijian. Ketika listrik mati, ia tetap melanjutkan pelajaran dengan semangat yang sama. Dedikasinya mulai mendapat perhatian dari penduduk desa yang kagum melihat kesungguhan Kirno.
Namun, hidup sebagai guru honorer di pelosok tidaklah mudah. Gajinya sangat kecil, seringkali terlambat, dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Meski begitu, Kirno tidak pernah mengeluh. Ia tetap tersenyum, karena baginya, pendidikan adalah panggilan jiwa.
Langkah Menuju Mimpi
Kesempatan besar datang ketika sebuah program pelatihan guru digelar oleh pemerintah di kota kabupaten. Kirno, dengan semangatnya yang tak pernah padam, mengikuti pelatihan itu. Ia mempelajari metode pengajaran baru, teknologi pendidikan, dan cara memotivasi siswa. Ia pun mendapat penghargaan sebagai peserta terbaik.
Kegigihan Kirno tidak berhenti di situ. Ia melanjutkan Pendidikan ke jenjang S1 melalui beasiswa, meskipun harus bekerja sambil kuliah. Dengan penuh perjuangan, ia menyelesaikan studinya dengan predikat cum laude. Prestasi ini membawanya mendapatkan tawaran menjadi guru di sebuah sekolah unggulan di kota besar.
Menginspirasi Banyak Orang
Kini, Kirno adalah seorang guru berprestasi di kota metropolitan. Ia tidak hanya mengajar di kelas modern dengan fasilitas lengkap, tetapi juga sering menjadi pembicara di seminar Pendidikan. Tunjangan dan penghargaan yang ia terima merupakan hasil dari kerja kerasnya selama bertahun-tahun. Namun, ia tidak melupakan asalnya.
Setiap libur, Kirno kembali ke desa untuk berbagi ilmu dengan guru-guru muda di sana. Ia juga mendirikan perpustakaan desa yang dinamai "Rumah Cahaya", agar anak-anak desa bisa mengakses buku dan terus bermimpi besar.
Perjalanan Kirno adalah bukti bahwa Pendidikan bukan hanya soal tempat atau fasilitas, tetapi tentang dedikasi, semangat, dan ketulusan hati. Dari pelosok desa hingga kota besar, Kirno telah menunjukkan bahwa perjuangan tidak pernah sia-sia.
"Setiap anak memiliki hak untuk bermimpi, dan setiap guru memiliki tanggung jawab untuk menjaga mimpi itu tetap hidup," ujar Kirno dalam sebuah pidatonya.
Dari seorang guru honorer dengan sarana apa adanya, Kirno membuktikan bahwa guru yang hebat mampu mengubah tidak hanya dirinya sendiri, tetapi juga dunia di sekitarnya. Kirno mengutip pendapat seseorang yang pernah meraih Nobel Perdamaian-Nelson Mandela Bahwa Senjata Paling ampuh untuk merubah dunia adalah dengan Pendidikan. Saat inilah momen yang ditunggu-tunggu telah terbukti bahwa sekalipun menjadi Guru Honorer di pelosok, namun karena ia mampu menciptakan inovasi baru di dunia pendidikan, ia meraih penghargaan menjadi Guru Inovatif dengan karyanya: membuat peta dunia dari karung bekas dan menciptakan alat hitung dari biji-bijian.
***
Dari Anak Gembala Sampai Puncak Prestasi
Seorang anak yang berusia 2 Tahun sudah ditinggal Ibunya selama-lamanya, besar dari keluarga yang sangat sederhana di Desa Karangwungu Lor sebuah Desa di Jawa Timur bernama Ilham. Dengan didikan dari seorang Pak Lek yang selalu bersahaja dan pekerja keras, menerapkan kedisiplinan dan ketegasan namun penuh kasih sayang. Bibinya yang lembut dan mampu menjadi peneduh seluruh anggota keluarga dan ketiga adik perempuannya yang mandiri dan penurut menjadikan karakter Ilham dewasa dan mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi yang terjadi dalam masa kanak-kanak dan masa remajanya.
Semangatnya untuk melanjutkan sekolah sambil mondok ke Sarang jawa Tengah yang di impikannya tak tersampaikan karena biaya yang tak mampu dan Pak Leknya menganjurkan Ilham untuk melanjutkan sekolah di SMP Wachid Hasyim Sumberwudi, sebuah Sekolah dan pesantren yang didirikan oleh Teman karib Pak Leknya saat di Pesantren Langitan..
Setiap hari pergi dan pulang sekolah yang jauh dilakoninya dengan berjalan kaki dengan sepatu karet yang dipakai, menyeberangi sungai bengawan yang luas dan antri. Kesusahan yang dialaminya tak menyurutkan semangatnya untuk menuntut ilmu bahkan impiannya yang sederhana untuk memiliki sepeda bagus mampu melecut semangat juangnya, sepulang sekolah menjadi anak gembala, nyangkul sawah atau menyabit rumput untuk makanan Sapi gembalaan yang dipeliharanya.
Sepeninggal ibu dan Neneknya Ilham bersama Pak Lek dan Bibinya hidup tanpa belaian kasih seorang ibu . Ilham bekerja membantu Bibinya menjual barang dagangannya berupa beras dari Pasar satu ke Pasar lainnya dengan transportasi perahu bengawan Solo milik saudagar kaya , sepulang dari pasar jadi anak gembala dan siang harinya bersiap-siap sekolah sambil mondok.
Tak ada lagi yang membantu Pak Leknya untuk menopang perekonomian keluarganya karena Nenek Ilham yang tadinya jadi buruh Tani untuk menambah uang belanja keluarga kini tiada, kehidupan Ilham dan keluarganya semakin diliputi kemiskinan, tak bisa setiap kali lapar bisa makan, kadang ia hanya makan “menir” dan “katul”bersama adik perempuannya harus mencari kayu bakar untuk menyambung hidupnya.
Keadaan yang serba kekurangan dan kemiskinan yang menyelimuti namun pak leknya Ilham tetap berjuang menjadi guru Madrasah dan kerja serabutan juga tetap mendidik keponakan dan anak-anaknya untuk tidak mengharap belas kasih orang, kehidupan harus dijalani dengan perjuangan.
Hari-hari Ilham yang serba kekurangan tak pernah dijadikan kambing hitam atas kemiskinan yang dialaminya, di sekolah dan lingkungan rumahnya tetap ceria bersama sahabat-sahabatnya Abdurrahman, Dirman, Mauzan, dan Farhan,. Mereka bersahabat dan selalu mengukir prestasi dalam pelajaran dan pertandingan Sepak Bola.
Sampai pada suatu ketika, Ilham yang tergabung dalam tim Sepak Bola di kampungnya menjadi peserta unggulan, dia bersama teman satu tim mewakili Pemuda Desa dalam kejuaraan Sepak Bola se-kecamatan serta berhasil menjadi juara 2. Pada awalnya Ilham dan teman-temannya sempat putus asa karena dalam pertandingan tersebut diwajibkan memakai sepatu, teman Ilham yang menjadi Kapten (Farhan) tidak memiliki sepatu sedangkan Ilham sendiri hanya memiliki sepatu karet, satu-satunya sepatu yang dipake untuk sekolah. Ia dan teman-temannya tak menyerah begitu saja. Pertandingan tetap dijalaninya. Untung saja, sahabatnya yang baik hati, berpatungan untuk membeli sepatu bekas itupun dari karet. Sebuah sepatu yang tidak bisa menyerap keringat, dan terasa meleleh di kaki ketika dipakai. Sahabat-sahabat sejati, selalu menemani sedih dan tangis bersama. Kehangatan kasih sayang dalam menghadapi sebuah belenggu kemiskinan adalah hiburan jiwa yang tak tergantikan.
Pada saat remaja, pekerjaan anak gembala sedikit terkurangi dengan semakin moncernya usaha perdagangan milik Bibinya. Lebih-lebih Ilham juga melanjutkan sekolah ke Aliyah Simo. Sapi-sapi gembalaannya banyak dialihkan untuk menambah bisnis beras yang dikelola oleh Bibinya. Pak Lek hanya menyisakan satu-dua Sapi untuk sambilan pekerjaan setelah selesai mengajarnya. karena kesibukan sekolah dan bisnis bibinya yang sukses, akhirnya ekonomi keluarga menjadi terangkat naik status sosialnya.
Di tengah moncernya usaha yang dirintis bibinya, tiba-tiba musibah besar menghampirinya. Beras dagangan yang disiapkan untuk dijual di Pasar Kliwon, terkena ombak besar dan hujan lebat hingga menghantam perahu yang ditumpanginya bersama barang-barang dagangannya. Semua isi barang-barang dagangan didalam perahu tersebut pecah dan terbalik dalam kubangan arus deras Sungai Bengawan Solo, hilanglah seluruh isi perahu telah hanyut kedasar sungai bersama. Semakin terpuruk kondisi keuangan yang dialami oleh Bibinya, hingga ia memutuskan untuk berhenti sejenak tidak berjualan sambil mengumpulkan modal untuk bisa berjualan lagi.
Tibalah ketika Ilham mau melanjutkan kuliahnya, sedikit terkendala karena biaya kuliah yang tidak sedikit.sementara ekonom keluarganya masih kembang kempis. Dengan berbekal prestasi nilai di kelas 3 Aliyah, Ilham meraih rangking satu di kelasnya, akhirnya bakat bakat kecerdasan Ilham diakomodir oleh Pakleknya. Dengan berbekal satu Sapi yang dirawat oleh Pak Leknya, akhirnya Ilham bisa kuliah ke Malang lulus tes Ripenmaru di IAIN Sunan Ampel Malang. Dengan kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu, untuk sekedar sedikit meringankan biaya kuliah, Ilham tertarik menyambi bekerja dengan jualan Tahu Campur. Ilham dalam menjajagan jualannya harus mendorong gerobak sejauh 5 km, yang dimulai dari jam 16.00 sampai dengan jam 00.00 bahkan sampai dini hari baru nyampae rumah kontrakan. Bersama pemuda sekampung, Mat Kundori namanya, Ilham diajari untuk memasak barang jualannya agar dapat untung yang lumayan besar.
Hari demi hari dalakoninya berjualan Tahu Campur, tetapi hasil yang didapat masih belum cukup untuk membantu biaya kuliah, akhirnya memutuskan berhenti dari jualan dan tertarik berencana putus kuliah untuk bekerja ke Luar Negeri (Malaysia), kebetulan banyak pemuda desa yang sudah sukses bekerja di Malaysia. Tapi keinginan bekerja ke Malaysia dan memutuskan berhenti kuliah, terdengar oleh Pak leknya di desa. Oleh pak Leknya, Ilham disuruh mengurungkan niatnya dan melarangnya untuk bekerja dengan jualan Tahu Campur.
Dalam Perkembangannya selama kuliah, Ilham memanfaatkan program beasiswa di kampusnya. “Supersemar” nama program beasiswanya. Dimana pesertanya adalah Mahasiswa Berprestasi dari keluarga kurang mampu. Dan masuklah Ilham menjadi peserta beasiswa dari 10 anak yang mendapat program tersebut. Lumayan untuk bisa menambah biaya hidup selama kuliah. Sambil mengikuti kegiatan ekstra kampus HMI, Ilham tertarik dengan menulis artikel untuk Majalah Kampus.
Menjadi aktivis organisasi ekstra kampus sangat memungkinkan Ilham untuk berinteraksi dengan teman-temannya se fakultas tarbiyah. Tulisan-tulisan Ilham banyak yang dimuat di majalah kampus, akhirnya Ilham banyak dikenal oleh dosen-dosen dan pegawai kampus. Lumayan untuk menambah biaya kuliah, hasil dari beasiswa dan menulis di Majalah Kampus, didedikasikan juga untuk membesarkan buku perpustakaan pribadinya dengan nama “Pustaka Intellektual”.
Kini, Ilham besar telah menyelesaikan kuliahnya menjadi Sarjana di Perguruan Tinggi Islam Negeri di Kota Malang. Ia abdikan dirinya menjadi Marbot di Musholla Kecil di daerah merjosari. Pekerjaan menjadi Marbot dijalani selama 4 Tahun, sambil menjadi Guru Honorer di 2 lembaga Negeri SMP Suhat dan SMP Veteran Malang. Ia mencoba melamar PNS namun hamper 10 tahun lamanya ia terus mencoba, hingga pada saatnya ketika Pemerintahan baru 100 hari program Presiden SBY , saat itulah ia diterima menjadi PNS Guru DPK di Sekolah Negeri.
Kesempatan menjadi Guru Berprestasi terbuka luas , saat itu ia dipercaya menjadi Ketua MGMP PAI SMP Kota Malang, selama satu periode kepengurusan. Disaat itulah ia berkesempatan mewakili Lembaga MGMP untuk ikut Lomba menjadi Guru Inovatif tingkat Kota, Provinsi dan Nasional. Ia kemudian dinobatkan menjadi Juara 2 Tingkat Nasional kategori MGMP Berprestasi.
Pengabdian dan dedikasinya terhadap Kementerian Agama Kota Malang dijalaninya selama 17 Tahun menjadi Guru, hingga taqdir menentukan bahwa ia harus diusulkan menjadi Pengawas Pendidikan Agama Islam tingkat SMA/SMK.. dan tepat pada tanggal 7 November 2020 ia dikukuhkan menjadi Pengawas Sekolah Bidang Pendidikan Agama Islam di tingkat Menengah SMA dan SMK.
Nasib beruntung terus dialami oleh Ilham Si Aak Gembala, prestasi-prestasi telah diraihnya. Ia menjadi Satu-satunya dari Kota Malang yang mendapat penghargaan menjadi Pelopor Gerakan Literasi Ceris di Jawa Timur. Menjadi Juri dalam Lomba Guru Inovatif tingkat SMA/SMK dan menjadi Sekretaris Komunitas Ceris Indonesia hingga saat ini.
Di sela-sela kesibukannya menjadi Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) pada Kantor Kemenag Kota Malang, ia terus mengembangkan Gerakan Menulis pada Komunitas-komunitas Literasi baik di Kota Malang maupun di Jawa Timur.
Sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Tentang mimpi, kesabaran, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi berbagai rintangan hidup ini. Menjadikan Ilham dewasa meraih prestasi demi prestasi yang awalnya begitu susahnya berjuang bergelut dengan nasibnya, kini menjadi pribadi yang tangguh, optimis menghadapi masa depannya dan menikmati masa-masa indahnya bersama orang terkasih dan keluarganya. .(Skm).
*) Penulis adalah Guru Honorer salah Satu Sekolah di Kota Malang dan Saat ini Kasi PD Pontren Kementerian Agama Kota Malang