Malang, 7 Mei 2025 - Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang kembali menunjukkan komitmennya dalam pembinaan spiritual masyarakat, termasuk bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Malang. Kali ini, dua penyuluh agama Islam Kemenag, Machmudah, S.Ag dan Nur Cholisoh, S.Ag, ME hadir untuk memberikan pembinaan rutin dengan materi yang menggugah dan penuh makna.
Machmudah mengangkat tema yang mungkin jarang dibahas secara terbuka, yakni tentang Hudud dalam hukum Islam. Dengan penyampaian yang tenang dan bersahabat, ia menjelaskan bahwa hudud merupakan bentuk hukuman yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW untuk beberapa dosa besar seperti zina dan tuduhan zina tanpa bukti.
Ia memaparkan bahwa bagi pelaku zina, hukumannya berbeda tergantung status pernikahannya. “Jika sudah menikah (muhsan), maka hukumannya adalah rajam, sedangkan jika belum menikah, dikenakan 100 kali cambukan dan diasingkan selama satu tahun, sebagaimana disebut dalam Surah An-Nur ayat 2,” jelasnya.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti hukuman bagi orang yang menuduh zina tanpa bukti (qadhf), yakni 80 kali cambukan, serta kesaksiannya tidak diterima selamanya. “Islam mengajarkan keadilan yang sangat tinggi, termasuk dalam menjaga kehormatan seseorang,” tambahnya.
Namun, Machmudah juga menekankan bahwa penerapan hudud tidak sembarangan. Harus memenuhi syarat yang ketat, seperti adanya empat saksi yang adil atau pengakuan yang sah. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka hukuman bisa beralih ke bentuk ta’zir, yakni keputusan diserahkan pada hakim.
Sementara itu, Nur Cholisoh menyampaikan dikelas lainnya dengan materi yang lebih ringan namun sangat relevan, yaitu tentang syarat dan rukun haji. Ia menjelaskan bahwa ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang wajib bagi muslim yang mampu. “Kemampuan ini tidak hanya secara materi, tapi juga fisik dan kesiapan mental,” ujarnya.
Sesi pembinaan semakin hidup saat salah satu warga binaan bertanya, “Bu, kami ini bisa daftar haji nggak, mengingat status kami sebagai napi?” Pertanyaan ini disambut dengan senyuman oleh Nur Cholisoh.
“Daftar haji itu tidak mensyaratkan kelakuan baik. Yang penting punya setoran awal, akta lahir atau ijazah, KTP, KK, dan buku nikah jika sudah menikah. Selama semua dokumen lengkap, insya Allah bisa dapat porsi haji,” jelasnya dengan nada serius tapi menenangkan.
Jawaban tersebut langsung disambut antusias oleh peserta pembinaan. Ada harapan baru, ada cita-cita yang kembali hidup — bahwa sekalipun berada di balik jeruji, kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah tetap terbuka lebar.
Kegiatan pembinaan ini bukan hanya menjadi rutinitas semata, tetapi menjadi ruang refleksi dan penyemangat bagi warga binaan untuk terus memperbaiki diri. Kemenag Kota Malang melalui para penyuluhnya, kembali membuktikan bahwa dakwah bisa hadir di mana saja, bahkan di balik tembok Lapas.
Sebagaimana disampaikan oleh salah satu petugas lapas, kegiatan ini membawa dampak positif yang luar biasa. “Warga binaan terlihat lebih semangat, dan ini jadi momen penting bagi mereka untuk memperkuat iman dan memperbaiki masa depan,” tuturnya.
Dengan pendekatan yang humanis dan edukatif, Kemenag Kota Malang terus menebar cahaya kebaikan di setiap sudut kehidupan. Karena hijrah menuju kebaikan bisa dimulai kapan saja, termasuk dari balik jeruji.
(HUMAS Kemenag Kota Malang)