Sebagai ujung tombak Kementerian Agama di tengah masyarakat, Kantor Urusan Agama (KUA) memiliki peran strategis dalam mengelola berbagai urusan agama Islam, terutama dalam pencatatan pernikahan. Pencatatan pernikahan sesuai hukum Islam merupakan tanggung jawab utama KUA di tingkat kecamatan. Namun, dalam pelaksanaannya, sering kali muncul potensi gratifikasi, terutama saat pernikahan dilakukan di luar kantor atau di luar jam kerja yang ditentukan.
Salah satu bentuk gratifikasi yang sering terjadi adalah ketika penghulu diminta melakukan tugas tambahan di luar kewenangannya, seperti bertindak sebagai wakil wali nikah, memimpin doa, atau memberikan khutbah nikah. Situasi ini sering berbenturan dengan tradisi lokal, di mana calon pengantin atau keluarga mereka memberikan hadiah sebagai bentuk terima kasih. Walaupun terlihat sebagai hal yang wajar menurut kebiasaan setempat, tindakan ini tidak dapat dibenarkan karena termasuk dalam kategori gratifikasi.
Merespons hal ini, Kantor Kementerian Agama Kota Malang telah mencanangkan program "Pencegahan Gratifikasi Pernikahan (Pagar Nikah)". Program ini bertujuan untuk menghilangkan semua bentuk gratifikasi dalam pelaksanaan pencatatan pernikahan dan mendukung program Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) serta Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan Kementerian Agama.
Keberhasilan sebuah program sangat ditentukan oleh efektivitasnya. Berdasarkan teori Sutrisno (2007), efektivitas program diukur melalui lima indikator, yaitu: pemahaman program, ketepatan sasaran, ketepatan waktu, tercapainya tujuan, dan adanya perubahan nyata. Dalam konteks program Pagar Nikah, indikator-indikator tersebut digunakan untuk mengukur sejauh mana program ini berhasil dalam mencegah praktik gratifikasi di dalam layanan pernikahan.
Gus Shampton, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Malang, turut terlibat langsung dalam mengevaluasi pelaksanaan program ini di lapangan. Dalam monitoringnya(14/9), beliau memeriksa pelaksanaan pernikahan di beberapa wilayah KUA di Kota Malang. Gus Shampton memastikan bahwa prosedur operasional standar (SOP) pencatatan pernikahan dijalankan dengan baik dan bahwa penghulu menyampaikan informasi terkait program Pagar Nikah kepada pihak keluarga dan saksi pernikahan. Beliau juga memberikan teguran kepada penghulu yang belum sepenuhnya melaksanakan sosialisasi mengenai program tersebut.
Respon masyarakat dan keluarga yang terlibat dalam pernikahan pun sangat positif. Dalam salah satu pernikahan yang dihadiri, Gus Shampton bahkan diminta memberikan khutbah nikah, yang menambah kesan mendalam pada acara tersebut sekaligus memperkuat pesan tentang pentingnya program Pagar Nikah.
Program Pagar Nikah telah terbukti efektif dalam mengurangi praktik gratifikasi di Kementerian Agama Kota Malang. Faktor-faktor seperti komunikasi yang ramah, keterbukaan informasi, serta dukungan regulasi yang kuat dari Kementerian Agama berperan penting dalam keberhasilan program ini. Dengan adanya aturan yang mengikat para penghulu, Pagar Nikah telah menjadi langkah konkret dalam upaya pencegahan gratifikasi di layanan pencatatan pernikahan.
Melalui program Pagar Nikah, Kementerian Agama Kota Malang menunjukkan komitmen yang kuat dalam menciptakan pelayanan publik yang bersih, bebas dari gratifikasi, dan transparan. Diharapkan program ini terus berjalan dan dapat menjadi contoh bagi instansi lain dalam menjaga integritas di sektor pelayanan publik. Humas