Kamis, 20 Juni 2024 kemarin saya diberi tahu kalau saya harus pindah ke Madinah untuk membantu bimbingan ibadah di Madinah. Karenanya segera Thawaf sunnah untuk mengganti keinginan berumrah sunnah dengan mencukupkan Thawaf sambil mengantar kawankawan petugas kloter yang belum menyelesaikan Thawaf Ifadlah yang menjadi rukun haji. Tapi kemudian kepindahan saya dicancel. Sorenya saya mengikuti rapat evaluasi ibadah haji di kantor daerah kerja Mekkah. Banyak hal yang dibahas. Disinilah saya baru mengerti tentang kompleksnya masalah perhajian yang haru ditangani dan membutuhkan fikih progresif, yang lentur yang dapat menyelesaikan masalah. Dari rapat ini saya mendapat jawaban atas pertanyaan saya di tahun 2005, kenapa Kementerian Agama tidak berpatok pada satu mazhab saja. Tetapi hampir semua pendapat ulama diambil. Hingga pendapat ulama yang berakidah tidak sama dengan mayoritas orang Indonesia. Di sudut mas’a (tempat Sa’i) saya duduk sambil mencoba menulis, untuk menunggu kawan-kawan jemaah yang saya antar untuk menyelesaikan sa’inya. Tiba-tiba ada tiga ibu sepuh berdebat di depan saya yang kemudian bertanya, Pak mana Shofa nya? Diakhirinya di Shafa atau Marwa Sa’inya? Saya bertanya lho ibu sudah berapa putaran? Mereka mejawab sudah 4 putaran dimulai dari Marwa. Selesaikan di Marwa ya bu, putaran pertama tidak usah dihitung karena harus dimulai di Shafa. Saat para pembimbing ibadah sudah mencari solusi-solusi hal-hal lain tentang proses haji untuk memberi kemudahan jemaah, kita mendapati hal-hal “remeh” untuk mengetahui Shofa Marwa saja belum tahu. Pelayanan haji memang kompleks, dari hulu hingga hilir penuh dengan masalah. Tetapi bukan tidak bisa diatasi. Bila semua elemen terus belajar dan mengkaji, maka akan ketemu disatu titik pelayanan prima dibidang ibadah haji. Banyaknya referensi yang bisa dibaca diera globalisasi ini, membuat semua semakin bisa membuka mata tentang bagaimana ibadah haji itu sesungguhnya. Berbagai macam keringanan yang disampaikan para ulama dari berbagai mazhab yang kita temui, membuat optimalisasi layanan haji menjadi mudah dan tidak dibenturkan dengan fikih ibadah yang kaku. Dalam pertemuan antara Konsultan Ibadah dan Pembimbing Ibadah, sempat disampaikan oleh pemimpin rapat bahwa di negara-negara di Jazirah Arab mulai mengembangkan layanan haji dengan prinsip “Al-hajju Arafah” mereka datang ke Saudi Arabia untuk “sekedar” berwukuf dan untuk rukun yang lainnya digantikan dengan dam, tinggal menghitung berapa banyak kambing yang harus diberikan dam nya. Untuk kemudian kembali ke negara asal. Memang proses ibadah haji, bila digabung-gabung antar mazhab bisa tersimpul pada “Al-hajju Arafah”. Prosesi ibadah lain dalam rangkaian ibadah menjadi bahan yang diperdebatkan ulama sesuai dengan usul fiqh masingmasing. Entah ini adalah “prediksi” Rasulullah, di akhir zaman orang akan menjalankan intinya saja, yaitu Arafah, tanpa menjalankan yang lain. “Ambillah contoh haji dari apa yang aku lakukan” Dawuh Nabi. Namun kemudian memang tidak ada rincian yang disepakati ulama mana dari contoh Rasulullah itu yang wajib, rukun, sunnah yang semua mengerucut pada intinya Arafah. Saat ada jemaah yang tersengalsengal tidak lagi kuat dijalankan oleh yang bersangkutan, dan dia tidak lagi berkenan meneruskan atau menyewa kursi roda, saya menghubungi beberapa kiai untuk mencarikan solusi hukum bagi jemaah tersebut. Dan ketemulah solusi, dalam kitab Uddah Sharh Li Umdah juz 1 halaman 227 ditemukan pendapat hanabilah yang mengatakan bahwa Sai hukumnya sunnah yang bila ditinggalkan tidak wajib dikeluarkan dam nya sebagaimana pendapat Sayyidah Aisyah. Dan beberapa pendapat ulama lain yang mengerucut pada selain Arafah, prosesi haji bisa diganti dengan yang lain. Ini mungkin juga menjadi solusi bagi jemaah haji lansia yang tidak lagi bisa mandiri. Cukup diajak ke Arafah, kemudian yang lainnya digantikan dam yang bisa digantikan. Karena kenyataannya cost yang harus dikeluarkan untuk pelayanan lansia cukup besar dan tidak seimbang dengan jumlah lansia yang dilayani. Benarkah berhaji itu sebenarnya cukup ke Arafah saja? Benar-benar haji minimalis. Wallahu a’lam. (*)
Cari Berita
Berita Terbaru
Tags
- Informasi Umum
- Keuangan
- Kepegawaian
- Kehumasan
- Bimas Islam
- Madrasah
- PAIS
- PD Pontren
- Syariah
- Haji dan Umroh
- MIN 1 Kota Malang
- MTsN 1 Kota Malang
- MTsN 2 Kota Malang
- MAN 1 Kota Malang
- MAN 2 Kota Malang
- Berita ZI
- Inovasi Kemenag
- MIN 2 Kota Malang
- Kepenyuluhan
- PPID
- Liputan Media
- Moderasi Beragama
- Sertifikasi Halal
- Kinerja
- DIPA
- Perjanjian Kinerja
- Laporan Realisasi Anggaran
- Tadarus
- Struktur Organisasi