TANYA: Assalamu’alaikum. Teman sekamar saya haid belum berhenti sudah pake obat. Apa batas rukun haji yang boleh dilakukan orang haid. Terus thowaf ifadah itu dilakukannya kapan. Apa langsung setelah selesai jumroh... Atau bisa ditunda beberapa hari.
Haji Fafa +62817-0982-xxxx
JAWAB: Wa’alaikumussalam. Semoga haji anda mabrur. Pertanyaan tentang keabsahan haji seorang perempuan yang mengalami haid saat sedang melaksanakan rukun haji sering muncul. Dalam Islam, seluruh prosesi haji boleh dilaksanakan dalam keadaan tidak suci kecuali saat tawaf. Ada perbedaan pandangan di antara mazhab-mazhab fikih mengenai masalah ini, khususnya terkait dengan tawaf.
Menurut Mazhab Syafiiyah
Mazhab Syafiiyah berpendapat bahwa suci dari hadas (termasuk haid) adalah syarat sahnya tawaf, baik tawaf rukun maupun tawaf lainnya. Jika seorang perempuan haid sebelum melakukan tawaf rukun, dia wajib menunggu hingga suci kembali untuk dapat melaksanakannya.
Namun, jika dia tidak memungkinkan untuk menunggu (misalnya karena keterbatasan biaya, rombongan, atau keamanan diri), kewajiban tawaf tetap melekat padanya dan tidak gugur.
Menurut Selain Mazhab Syafiiyah
Berbeda dengan Syafiiyah, sebagian besar mazhab lain, seperti Hanafiyah dan sebagian pendapat Hanabilah, tidak menjadikan suci dari hadas sebagai syarat sahnya tawaf. Mereka memandang bahwa suci saat tawaf adalah wajib, tetapi jika ditinggalkan, tawafnya tetap sah dan dia wajib membayar dam (denda) unta. Bahkan, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa suci saat tawaf hanyalah sunah, sehingga tidak wajib membayar dam jika ditinggalkan.
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa meskipun tawaf menyerupai salat, ia bukanlah salat hakiki. Oleh karena itu, syarat-syarat salat, termasuk kesucian dari hadas, tidak sepenuhnya diberlakukan pada tawaf.
Laman Kemenag RI menjelaskan apabila menjelang kepulangan ke Tanah Air, jemaah perempuan masih dalam keadaan haid, maka menurut sebagian ulama, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi Almaliki Almakkiyah, boleh bertawaf dengan syarat tertentu.
“Bagi perempuan yang mau tawaf Ifadah tapi ia masih dalam keadaan haid, sementara ia sudah harus segera pulang ke Tanah Air, maka ia bisa bertawaf dengan cara mandi sampai bersih lalu membalut haid hingga dipastikan tidak menetes di area tawaf dan area Masjidil Haram.
Kesimpulan
Bagi perempuan yang mengalami haid saat haji dan belum melaksanakan tawaf rukun, penting untuk memahami perbedaan pandangan ini. Mazhab Syafiiyah mengharuskan menunggu suci, sementara mazhab lain memberikan keringanan dengan kewajiban membayar dam. Dalam kondisi yang sulit, kehati-hatian (ihtiyat) dapat menjadi pertimbangan, yaitu dengan mengikuti pendapat yang melihat adanya jalan keluar untuk terbebas dari tanggung jawab tawaf sebelum berangkat pulang, jika memungkinkan. (Referensi : Hasyiyah al-Jamal IX/151 & IX/154, Badaa-i as- Shonaa-i’ IV/385, Al-Mughni III/397, Al-Fiqh al-Islaam I/494). (*)
Oleh: Gus Achmad Shampton Masduqie Kepala Kemenag Kota Malang
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada Jum'at 13 Juni 2025