Salah satu anjuran bagi orang-orang yang berhaji adalah berziarah ke makam Rasulullah, karena Rasulullah SAW pernah bersabda barangsiapa berhaji dan tidak berziarah padaku maka ia menyakitiku.
Dalam riwayat Bazzar dan Daruqutni bersumber dari Ibn Umar disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berziarah ke kuburku maka ia wajib mendapat syafaatku”. Karenanya salah satu rangkaian perjalanan haji, jamaah haji Indonesia baik gelombang satu maupun gelombang kedua akan dibawa ke Madinatul Munawarah untuk menjalani proses ziarah kepada Rasulullah. Bila terangkai dalam gelombang satu maka ziarah terlebih dahulu di Madinah. Bila jamaah haji diberangkatkan pada gelombang dua maka akan berziarah kepada Rasulullah setelah prosesi haji selesai dilakukan. Memang jamaah haji dianjurkan berupaya mendekat ke maqam Rasulullah, tetapi bila tidak mungkin, jamaah haji bisa mengikuti cara para ulama yang bahkan karena menjaga adab tidak berani mendekat ke Maqam Rasulullah karena merasa tidak pantas seorang yang banyak dosanya mendekat kepada sosok suci kekasih Allah. Ketika dari jauh, mungkinkah Rasulullah mengetahui kehadiran kita? Sangat mungkin, tinggal kita menjaga niat yang tulus untuk sowan Rasulullah. Sehingga kita bisa menjaga adab tidak berebut di Raudloh atau bahkan beberapa kasus berupaya memalsukan tasreh, izin masuk Raudloh sebagaimana banyak terjadi selama ini. Rasulullah menyatakan “hidupku baik untukmu (ummat) matiku jua baik untukmu, (setelah kematianku) dinampakkan padaku amal-amalmu, bila baik aku memuji pada Allah bila tidak baik maka aku akan memintakan ampun untukmu.” Sabda Rasulullah sebagaimana dikutip dibanyak kitab , seolah menjelaskan bahwa Rasulullah semacam memiliki cctv untuk melihat perilaku umatnya. Kalau semua perilaku umatnya dimanapun berada, dinampakkan dihadapan Rasulullah, apalagi mereka yang sudah ada di Madinah. Bila Rasulullah senantiasa melihat perilaku umatnya, pantaskah kita berlaku kurang sopan ditanah yang dimuliakan karena disana dikuburkan jasad Rasulullah? Beberapa ulama seperti Habib Umar Ibn Hafidz bahkan bersama santri-santrinya mengucap salam kepada Rasulullah dari jendela hotel. Ini adalah salah satu bentuk penghormatan pada Rasulullah. Tidak mendekat tetapi lebih mengedepankan tahudiri dihadapan manusia suci. Imam Nawawi dalam kitab Idloh fi Manasik Hajji menganjurkan untuk memperbanyak membaca shalawat dengan berusaha menghadirkan hati untuk mendekat pada Allah di tanah yang menjadi sebaik-baik dunia kedua setelah Makkah. Keberadaan Rasulullah sebagai seorang utusan Allah memiliki arti penting dalam setiap rangkaian ibadah kita, karena beliaulah yang menjadi perantara kita dan Allah sebagai pencipta. Dari Rasulullah kita berharap syafaatnya agar diampuni segala dosa dan diterima amal ibadah kita. Ada sebuah kisah yang direkam dalam kitab al-Idloh maupun kitab manasik haji yang ditulis oleh Sayyid Muhammad Alwy al-Maliki. Suatu hari Imam Uthbi duduk bersimpuh didekat Maqam Rasulullah, ia kemudian melihat seorang dari desa yang bersimpuh dan mengucap salam, Assalamualaika ya Rasulallah, saya mendengar bahwa Allah berfirman,” walau annahum idz dzolamu anfusahum jaauka fastaghfarullaha was taghfara lahum Rasulu lawajaduullaha tawwaban rahima” kalau mereka berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri, dan datang padamu (Nabi Muhammad) dan minta ampun kepada Allah dan Rasul juga memintakan ampun maka mereka akan mendapat ampunan dan rahmat Allah. Orang desa itu kemudian membaca syair yang kemudian syair itu diabadikan dipilar-pilar maqam Rasulullah, dan pergi. Setelah mendengar perilaku orang desa itu, Imam Uthbi kemudian tersilap tidur sebentar yang membuat ia bermimpi Rasulullah yang berkata: “Wahai Utbi carilah orang desa itu dan berilah kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya.” Kisah menarik ini menguatkan bahwa kita dianjurkan untuk menjaga sikap dihadapan Rasulullah, tidak melakukan perilaku yang kurang sopan karena dilihat Rasulullah. Wafat Rasulullah malah menjadikan beliau terbebas dari keterbatasan jasad, ruang dan waktu sehingga dimampukan Allah melihat dan hadir di setiap majlis kebaikan yang dibuat oleh umatnya, dan berdoa memohonkan ampun atas perilaku tidak baik umatnya. Disini pulalah urgensi ziarah Nabi saat pergi haji, baik ke Madinah setelah haji atau sebelum haji, kita bisa bersaksi dihadapan Rasulullah bahwa Rasul telah menyampaikan risalah kenabian hingga kita melakukan salah satu risalah itu yaitu haji, yang kedua kita bisa bermohon kepada Rasulullah agar sahadat kita disaksikan Rasulullah, “Ya Rasulullah saksikanlah saya bersaksi tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah” dan yang ketiga bermohon kepada Rasulullah agar perjalanan haji yang ia lakukan adalah perjalanan yang menghantarkan kemabruran haji kita. Setelah kita menyadari bahwa Rasulullah menyaksikan setiap gerak langkah kita, maka kita akan semakin berusaha menjaga adab sopan santun di dua tanah suci, dua tempat terbaik di dunia, Makkah dan Madinah. Semoga Allah memampukan kita ziarah Makkah dan Madinah. (*)
Artikel ini sdh dimuat di malangposcomedia pada 7 juni 2024