Tiba-tiba ada ada sekelompok orang yang ingin masuk area tenda jamaah. Untungnya Pak Iman, Kortab atau Kordinator Maktab yang sehari-harinya bekerja di Polri bergerak cepat menjaga. Setiap kali ditanya kloter berapa, ketua rombongannya berputar-putar terus. Ditanya punya kartu nusuk -kartu sakti yang digunakan untuk masuk Arafah-dia bilang punya. Tetapi ia tidak mau menunjukkan. Sepertinya dia menghubungi masyariq, tapi tidak ada yang menampakkan diri. Karena pak Iman menunggui di pintu gerbang.
Rombongan itupun dihalau, mereka berusaha masuk maktab lain, tapi juga dihalau. Dengar-dengar ia di bawa ke misi haji Indonesia. Mirisnya disana ada ibu-ibu sepuh yang berkursi roda ikut rombongan itu. Apakah mereka kelompok yang menggunakan visa selain visa haji? Wallahu a’lam, mereka tidak mengaku secara terbuka. Yang pasti mereka tidak punya tenda.
Dalam obrolan ringan dengan mas Nasruddin, PPIH yang menjadi penghubung maktab, bercerita bahwa tahun ini orang seperti mereka ini cuma sedikit. Tahun lalu sangat banyak jamaah yang menggunakan visa ziarah yang masuk ke tenda-tenda, juga mengambil stok makanan jamaah hingga banyak yang kekurangan.
Mas Nas bercerita bahwa kelompok jamaah dengan visa ziarah ini kemungkinan dihalau keluar Mekkah, tapi mereka bisa kembali ke Mekkah. Buktinya diantara mereka juga ada bisa mendapatkan kartu nusuk. Intinya jangan sampai mereka mengganggu jamaah haji reguler seperti tahun-tahun lalu.
Secara kemanusiaan tentu kita kasihan dengan mereka, tetapi bila dibiarkan, hak-hak jamaah reguler yang harus pertaruhkan. Mereka sudah antri bertahun-tahun untuk bisa menjalankan ibadah haji.
Abah saya (KH. A. Masduki Machfudz, red.) pernah bercerita saat menjalankan ibadah haji bertemu orang yang kebingungan di Masjidil Haram. Saat didekati ia bertanya mana Masjidil Haramnya. Abah keheranan dan berkata: “Lho di depanmu itu Masjidil Haram” Saat sudah di dalam, ia bertanya lagi mana Ka’bahnya? “Iha itu besar di depanmu itu,” kata Abah.
Abah penasaran dan mencari rumah orang itu saat pulang di tanah air. Ketemu dan Abah mengkonfirmasi tentang cerita orang itu dan apa gerangan yang terjadi. Keluarganya kemudian menjelaskan bahwa orang itu pergi haji dengan harta warisan yang tidak dibagi.
Ibadah haji memang menjadi satu satunya ibadah mahdloh yang pelakunya ditempeli gelar di depan namanya. Haji juga nampak keren karena yang ditaqdirkan berangkat bisa naik pesawat dan merasakan kehidupan di luar negeri untuk beberapa waktu. Saat berangkat dihantar pejabat daerah dan dikawal voorijder yang biasanya mengawal pejabat sampai ke asrama haji. Nampak keren kan? Belum lagi bila hajinya mabrur, laisa lahul jaza illa jannah. Pahalanya surga bagi yang mabrur.
Mungkin karena itulah haji adalah ibadah yang diburu semua orang. Bahkan ada yang menghalalkan segala cara untuk menjalankannya. Bahkan ada yang baru belajar shalat sebelum haji. “Tolong ajari saya shalat karena saya mau haji/umrah” begitu yang pernah disampaikan seseorang pada saya.
Allah sudah memberi koridor “man istathoa ilaihi sabila” bukan kewajiban untuk semua dan bukan jalan satu-satunya menuju surga. Dan Allah memendar pahala setara haji bagi mereka yang tidak istithoah.
Siapa yang salah? Apakah salah ingin cepat haji? Apakah salah haji dengan visa umrah, visa ziarah atau visa-visa yang lain? Yang sangat disayangkan adalah penyedia jasa travel yang tidak menyewakan tenda di Arafah, tidak membelikan tasreh bagi jamaahnya. Hingga mereka terlantar hanya karena hasrat haji yang menggebu. Mencarikan siasat agar bisa bergabung dengan jamaah reguler.
Dan dititipkan pula konsumsi dan tendanya. Sementara para petugas sektor berhimpitan dengan para ummal karena tenda yang tidak cukup. Mabrurkah hajinya? Berburu tenda di Arafah memburu ridla Allah. Wallahu a’lam. (*)
Artikel ini sudah dimuat di malangposcomedia pada 19 Juni 2024