Assalamualaikum, wr. Wb.
Sekarang ini marak dengan wakaf tunai. Mohon pencerahannya apa beda wakaf tunai dengan wakaf produktif? Apa nazhirnya sama saja dengan wakaf tanah atau bagaimana? Adakah pelatihan khusus yang menjadi persyaratan menjadi nazhir wakaf tunai? Kalau sebuah lembaga yang belum punya nazhir yang mempunyai sertifikat kompetensi nazhir, bisakah menghimpun wakaf tunai?
Heri Mulyo Cahyo +62815552xxxx
Saat Sayidina Umar Ibn Khattab meminta pertimbangan bagi pemanfaatan tanah khaibar kepada Nabi Muhammad SAW, beliau menegaskan “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Pernyataan Nabi Muhammad ini kemudian digunakan sebagai aturan tetap dalam wakaf, “pokoknya tidak hilang, dan disedekahkan hasilnya.”
Dari yang dicontohkan Nabi dan para sahabat, umumnya wakaf adalah wakaf produktif. Wakaf yang tidak bernilai statis tanpa ada pengembangan. Seperti halnya wakaf untuk pekuburan atau masjid yang tidak bisa mengeluarkan nilai manfaat yang bisa dikembangkan secara ekonomis. Bukan tidak boleh, tetapi tidak adanya anjuran memperbanyak masjid dan musholla, menunjukkan syariat wakaf sebenarnya lebih dianjurkan untuk wakaf yang produktif. Dikembangkan nilai maukuf nya dan hasilnya dimanfaatkan untuk maukuf alaih atau penerima manfaat dari wakaf itu sebagaimana diinginkan oleh orang yang mewakafkan.
Karena tidak boleh adanya pengurangan nilai dari harta yang diwakafkan ini, maka ulama berbeda pendapat tentang wakaf tunai. Bila wakaf bentuk bangunan atau tanah, maka tanah bangunannya tidak boleh dijual atau berkurang luasan atau manfaat yang ditimbulkan. Ini berbeda dengan uang atau dalam bentuk tunai, bila ditasyarufkan maka uang itu akan hilang secara fisik. Dengan dasar ini ulama syafiiyah melarang wakaf dalam bentuk uang.
Namun praktek era kekhalifahan utsmaniyah yang mengembangkan dana wakaf dalam bentuk investasi, ulama kontemporer menyimpulkan bahwa wakaf tunai atau wakaf uang yang tidak berkurang dan hilang adalah nilainya. Mungkin fisiknya menjadi berganti tetapi nilainya tetap ada. Itulah kenapa di Indonesia wakaf tunai dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penyelenggara Wakaf Uang atau disebut LKS-PWU. Lembaga ini berkepentingan memastikan dana yang diwakafkan itu tidak ditasyarufkan secara habis pakai, tetapi dikembangkan dan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang diinginkan orang yang mewakafkan dan dana pokoknya tetap tidak berkurang.
Pada tahun 1994, PWNU Jawa Timur di Sidayu Gresik menyatakan bahwa mewakafkan uang dengan didepositokan pada bank tertentu sehingga bunga dari deposito bisa dimanfaatkan oleh pihak penerima wakaf hukumnya sah.
Berdasar pemahaman ini, wakaf tunai atau wakaf uang harus wakaf produktif karena tidak boleh mengurangkan nilainya, uang yang diwakafkan dijadikan modal usaha atau deposito yang nilainya tidak berkurang dan dapat menghasilkan manfaat yang bisa digunakan oleh maukuf alaih/obyek penerima manfaat wakaf. sementara yang non tunai tidak selalu produktif karena terkadang untuk hal-hal yang bersifat statis tidak berkembang seperti wakaf untuk pekuburan, masjid, musholla atau fasilitas umum yang tidak menghasilkan nilai manfaat.
Berbeda lagi dengan wakaf melalui uang, wakaf melalui uang ini seperti seseorang yang wakaf tanah, tetapi yang diberikan adalah uang. Uang ini nantinya dibelikan tanah. Yang kemanfaatan tanah itu memungkinkan digunakan untuk apa saja yang diinginkan oleh wakif.