Kalau Sudah Pamit Dilarang Tidur Dikamar?

Catatan Haji 2024
Achmad Shmapton, S.HI, M.Ag (Kepala Kantor Kemenag Kota Malang)

Selepas mengikuti pembacaan maulid diba' oleh Kyai M. Yazid Busthomi, seorang jamaah mendekati saya dan bertanya kapan dia bisa thawaf wada. Benarkah kalau sudah thawaf wada' tidak boleh tidur di Hotel lagi? hanya boleh di lobby hotel? Sekretaris Sektor 9 juga menceritakan bahwa ia mendapati satu jamaah yang ketinggalan bus karena prinsip yang ia pegangi, antara wada' dan keluar Makkah jaraknya adalah 4 jam sementara jadwal bus molor dan melebihi 4 jam dari orang itu wada'. Akhirnya ia kembali ke Masjidil Haram untuk kembali wada'. Tetapi karena hari jumat ia kesulitan kembali ke hotel hingga ketinggalan bus menuju Jeddah untuk kemudian dipulangkan ke Indonesia.

Kebetulan disamping saya ada Kyai Anas dari Pasuruan yang juga anggota Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur. Saya sampaikan kepada jamaah tersebut, prosesi wada' tidak lagi bisa seperti ala Rasulullah begitu usai thawaf wada' langsung keluar dari Kota Makkah. Saya menjawab; "asal njenengan tidak lagi kembali ke Masjidil Haram sudah beres dan tidak terlalu lama di Makkah" Jamaah itu kemudian menceritakan bahwa ia mendapat pemberitahuan dari seorang Kyai, bahwa kalau sudah wada' tidak boleh lagi ke Hotel atau masuk kamar lagi. Saya jelaskan bila ingin persis ala Rasulullah, begitu wada' terus langsung pergi dari Makkah. Tentu prakter seperti itu saat ini sangat susah, karena berkait erat dengan sistem transportasi dan penerbangan yang terjadwal.

Kyai Anas sendiri juga mempertanyakan penentuan wada' maksimal 4 jam itu menggunakan standar dari apa? Tentu saja jamaah tidak bisa menjawab. Karena bahasa "katanya" itu susah dicari dalil penguatnya.

Makna Thawaf wada' sendiri adalah perpisahan atau berpamitan. Dalam ketentuan fikih, jamaah haji diperintahkan melakukan thawaf wada' ketika mereka hendak pulang ketanah air atau ketika mereka hendak keluar dari Tanah Haram. Wada' menjadi moment perpisahan atau berpamitan dirinya dengan Baitullah di Masjidil Haram, sebagai penanda ia akan pulang dan selesai menyempurnakan ibadah haji.

Thawaf wada' sendiri ada yang menyatakan hukumnya sunnah juga ada yang menyatakan hukumnya wajib. Dalam pelaksanaannya, wada dilakukan setelah mengerjakan semua rangkaian amalan haji serta hendak meninggalkan Makkah.

Bagaimana bila setelah wada' ia kembali kembali ke Makkah untuk suatu keperluan? Ada dua pendapat ulama yang menjelaskan hal ini:

a) Menurut Jumhur fuqaha, dia harus mengulangi ṭhawaf kalau hendak meninggalkan Makkah.

b) Menurut Imam Abu Hanifah, bila seorang jamaah haji sudah melaksanakan ṭhawaf wada’,

kemudian dia bermaksud bermukim

di Makkah sebulan atau lebih, maka dia tidak perlu mengulangi ṭawāfnya, karena suatu ibadah yang sudah dilaksanakan pada waktunya tidak perlu diulang sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah.

Mengacu pada pendapat kedua dari Imam Abu Hanifah ini, orang yang sudah melakukan thawaf wada' masih bisa kembali ke hotel untuk sekedar menunggu bis datang meski ia menunggu dengan tidur-tiduran atau pekerjaan yang lainnya di kamar hotel.

Meski mayoritas masyarakat Indonesia adalah penganut Syafiiyah, namun pendapat Abu Hanifah ini lebih rasional karena seiring dengan sistem transportasi jaman sekarang yang tidak bisa wada' langsung ke luar Makkah.

Untuk mengatasi masalah-masalah kekinian, sesungguhnya Kementerian Agama sejak lama telah membukukan fiqih haji komprehensif yang tidak terpaku pada satu pendapat ulama saja. Karena masalah perhajian adalah masalah kompleks yang tidak mungkin semua dipaksakan menggunakan fikih klasik yang menggunakan background kondisi dan tempat di masa lalu. Bahkan prosesi haji menjadi bukti kaidah ikhtilafu a'immah rahmah perbedaan pandang dari para ulama adalah rahmat bagi ummat, bisa dirasakan dan memberi kemudahan untuk tidak hawatir terhadap gagalnya ibadah haji yang untuk berangkat ke Makkah harus menunggu bertahun-tahun. Wallahu a'lam.

Rudianto

Penulis yang bernama Rudianto ini merupakan Pegawai Kantor Kementerian Agama Kota Malang yang berstatus PNS dan memiliki jabatan sebagai Pengadministrasi Data Penyajian dan Publikasi.